Jokowi mengklaim bahwa sejak awal dirinya telah meyakini efektivitas pembatasan secara mikro.
Karena menurutnya tidak benar jika titik lokasi merah hanya lingkup kecil, namun yang terkena pembatasan adalah dengan cakupan luas.
Hal itu menurutnya akan membuat dampak kerugian di kawasan lain yang sebetulnya tidak perlu juga diterapkan pembatasan atau karantina, jika diketahui tidak dalam kondisi merah.
Baca Juga: BMKG: Prediksi Musim Hujan - Kemarau 2021, Fenomena La Nina Pengaruhi Curah Hujan Indonesia
"Awal-awalnya sebetulnya juga saya sudah sampaikan, PSBB skala mikro. Karena enggak efektif. Wong yang merah itu satu RT kok, yang di-lockdown, di-PSBB-kan satu kota, ekonominya dong yang kena," kata Jokowi.
"Kalau yang kena satu kelurahan, ya sudah satu kelurahan itu saja yang diisolasi, dikarantina, tapi bukan satu kota," sambungnya.
Konsep pembatasan skala mikro sebetulnya juga telah ditetapkan oleh negara lain seperti India, dengan cara itu negara tersebut mampu menekan jumlah kasus aktif.
Menurut Jokowi cara yang dilakukan oleh India itu terbukti efektif, karena itu India yang mulanya menerapkan karantina atau lockdown secara total akhirnya berganti ke skala mikro.
"Meskipun awal-awal India itu lockdown total. Sehingga kok India sekarang ganti ini? Ternyata strateginya sama, PPKM skala mikro," kata Jokowi.
Lebih jauh Jokowi juga menyadari bahwa Indonesia memiliki perangkat yang sampai ke desa-desa yang mampu diikutsertakan dalam melakukan penanganan pandemi Covid-19.