Menurut Gus Yaqut, hal tersebut tidak terlepas dari kebiasaan masyarakat yang gemar berselancar di media sosial.
Hal tersebut berdasarkan hasil survei Alvara, yang memperlihatkan bahwa anak muda menghabiskan waktu sekitar tujuh jam sehari untuk mengakses internet.
Diketahui, anak muda merupakan golongan yang paling rawan terpapar radikalisme dan terorisme.
Anak muda menjadi target penyebaran radikalisme dikarenakan masih mempunyai jiwa yang labil.
Baca Juga: Pendiri Mapala UI yang juga Karib Soe Hok Gie, Herman Lantang Hembuskan Napas Terakhir
Selain itu, mayoritas anak muda yang terpapar radikalisme biasanya merupakan anak muda yang baru mendalami agama.
Selain itu, faktor lain yang membuat anak muda gampang terpapar radikalisme dikarenakan memiliki sifat ingin menunjukkan eksistensi diri terhadap orang lain.
"Nah tentu ini berakibat bahwa perilaku mereka di media sosial ini bagaimana informasi keagamaan tidak terfilter dengan baik," kata Gus Yaqut.
Oleh karena itu, menteri Yaqut Cholil Qoumas mengungkapkan kebijakan keagamaan untuk meminimalisasi perilaku radikal dan intoleran memang diarahkan kepada transformasi digital.
"Kebijakan perilaku sudah seharusnya diarahkan pada transformasi digital, ini tidak ada pilihan lain, sebelumnya Kemenag lebih melakukan transformasi digital untuk syiar-syiar begini," katanya.