"Tiba-tiba ada informasi yang mengatakan yang bersangkutan meninggal dunia pada tanggal 4 Januari setelah kecelakaan tanggal 3 Januari, bayangkan setelah 2.5 bulan tiba-tiba ada berita tentang kematian tersebut," tuturnya.
Sementara itu di sisi yang lain, ujar Refly, tidak mungkin jika pihak kepolisian yang memiliki pangkat rendah bertindak atas inisiatif sendiri untuk merampas nyawa laskar FPI tersebut.
"Ok, jika skenarionya mereka membela diri karena senjatanya mau dirampas, tapi itu pun sudah tidak masuk akal dari awal ketika empat orang melawan tiga, mereka dimasukkan ke mobil avanza, tiga orang di belakang dan satu orang di tengah dikawal tiga orang polisi," ungkapannya.
"Kan tidak masuk akal, dalam kondisi yang tidak terborgol juga," sambungnya sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari kanal YouTube Refly Harun pada Minggu, 28 Maret 2021.
Alasan-alasan tersebutlah yang membuatnya semakin yakin bahwa memang betul terdapat kejanggalan soal meninggalnya polisi tersebut.
"Jadi banyak hal-hal yang membuat kita merasa seperti hilang logika sehat untuk bagaimana mengikuti dan menilai kasus ini," ucapnya.
Refly Harun pun menilai baik Presiden Jokowi dan Menko Polhukam Mahfud MD hanya berlindung dibalik formalisme saja.
Bahkan dalam beberapa kesempatan, mereka membesar-besarkan pernyataan dari Komnas HAM yang menyebut bentrok tidak akan terjadi kalau laskar FPI tidak menunggu atau laskar FPI yang tertawa-tawa seperti menikmati.
"Jadi kalau kita bicara dari sudut yang paling esensial, toh yang mati itu adalah enam laskar FPI, tidak ada korban jiwa dari aparat penegak hukum, yang jelas enam kematian yang sampai sekarang kita tidak tahu siapa yang bertanggung jawab," tuturnya.