Hasil pemodelan BPPT menyertakan berbagai aspek, termasuk faktor mati mesin yang terjadi pada kapal selam KRI Nanggala-402, sehingga tidak adanya tenaga yang menyebabkan kapal selam seperti terombang-ambing mengikuti arus.
"Dia (kapal selam KRI Nanggala-402) mati nih di lokasi hilangnya kontak, dia (kapal selam KRI Nanggala-402) terombang-ambing di lokasi, nah itu akan terbawanya ke arah timur," kata Kepala Balai Teknologi Survei Kelautan BPPT Djoko Nugroho.
Berdasarkan keterangan Kepala Balai Teknologi Survei Kelautan BPPT Djoko Nugroho, KRI Nanggala-402 memiliki daya jelajah untuk kedalaman laut sekira 250-500 meter. Namun, jika kapal menyelam semakin dalam ke lautan, maka kapal akan mendapat tekanan tinggi.
"Tapi kalaupun sampai 500 meter itu juga tidak bisa terlalu lama, menurut saya karena di situ tekanan itu sudah bisa memengaruhi kondisi dari badan kapal selam itu sendiri," ujarnya.
Pasalnya, jika tekanan yang diterima sudah melebihi kekuatan tekan dari kapal selam, maka yang terjadi adalah masuknya air laut ke dalam tubuh kapal, sehingga kapal selam semakin berat dan semakin turun ke dasar laut.
Djoko Nugroho menuturkan jika kapal selam Nanggala-402 meluncur ke arah timur atau ke arah tenggara dari perairan laut bagian utara Provinsi Bali, maka bisa dipastikan kapal tersebut akan jatuh ke lokasi yang lebih dalam.
Baca Juga: Bantu Myanmar Hadapi Krisis, Para Pemimpin ASEAN Gelar Pertemuan di Jakarta
Tidak sekadar 700 meter, tetapi bisa lebih dalam dari 700 meter, sebagaimana diberitakan Pikiran-Rakyat.com dalam artikel berjudul, "Ada Kemungkinan KRI Nanggala-402 Mati Mesin, BPPT: Sampai 500 Meter Kondisi Badan Kapal Bisa Tertekan".