Kecewa Novel Baswedan Dikabarkan Tak Lolos Tes ASN KPK, Saut Situmorang: Korupsi Itu Gak Kenal Ideologi

- 4 Mei 2021, 21:38 WIB
Saut Situmorang kecewa soal kabar  Novel Baswedan tak lolos tes ASN KPK dan ungkapkan bahwa korupsi itu gak kenal ideologi.
Saut Situmorang kecewa soal kabar Novel Baswedan tak lolos tes ASN KPK dan ungkapkan bahwa korupsi itu gak kenal ideologi. /ANTARA/Benardy Ferdiansyah


PR BEKASI - Sebanyak 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinyatakan tidak lulus mengikuti asesmen atau penilaian dalam proses peralihan para pegawai lembaga antirasuah menjadi pegawai negeri sipil (PNS) atau Aparatur Sipil Negara (ASN).

Dari 75 pegawai, 25 di antaranya adalah pengurus inti wadah pegawai KPK dan penyidik senior Novel Baswedan dikabarkan tak lolos tes tersebut.

Pengangkatan pegawai KPK menjadi ASN diatur dalam UU KPK yang direvisi pada 2019 lalu. Berdasarkan itu para pegawai KPK yang akan menjadi PNS harus terlebih dahulu mengikuti Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).

Baca Juga: Polres Karawang Lakukan Penyekatan Total di Jalur Mudik wilayah Karawang Jelang Pelarangan Mudik Lebaran 2021

Soal-soal dalam Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) lebih banyak mengajukan pertanyaan soal ideologi, seperti wawasan radikalisme. Contohnya, soal tentang Front Pembela Islam (FPI), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), hingga Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT).

Melihat KPK yang saat ini disangkut-pautkan dengan ideologi, mantan Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang mengaku kecewa, karena menurutnya yang namanya korupsi tidak mengenal ideologi.

"Jadi UU KPK sekarang itu kalaupun berkaitan dengan ideologi, ini paradoksnya kembali lagi bahwa korupsi itu gak kenal ideologi sebenarnya, ideologinya apa aja kalau korup ya korup," ucapnya seperti dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari YouTube, tvOneNews, Selasa, 4 Mei 2021.

Baca Juga: Kemendag Optimalkan Produk UKM, Gandeng Platform Digital untuk Ciptakan Pasar Ekspor

Kemudian, Saut Situmorang menjelaskan, kalau memang persoalannya menyangkut wawasan kebangsaaan, justru para penyidik-penyidik senior KPK tersebut lebih Pancasila dibandingkan siapapun di Indonesia.

"Ketika logo KPK itu Garuda, sudah selesai itu persoalan kebangsaan, sudah selesai itu soal Pancasila itu. Mereka orang-orang yang lebih paham menerapkan Pancasilanya di dalam kehidupan sehari-harinya," ungkapnya.

Dia juga menyesalkan atas munculnya beberapa nama yang dikenalnya sangat kuat dan memiliki integritas tinggi dalam memberantas korupsi, seperti Novel Baswedan.

Baca Juga: Awasi Prokes Covid-19, Empat Ribu Personel Tim Gabungan Disiapkan untuk Operasi Ketupat 2021 di Jakarta

"Nama-nama yang beredar itu adalah orang-orang yang saya sebut sangat tough, orang-orang yang punya pendirian, dan orang-orang yang gak takut apapun," ungkapnya.

Justru orang-orang semacam itu, menurutnya, yang dibutuhkan dalam memberantas korupsi di Tanah Air.

Oleh karena itu, Saut Situmorang menegaskan bahwa TWK tersebut adalah salah satu upaya pihak tertentu untuk menyingkirkan orang-orang kuat di KPK.

Orang-orang yang diyakininya berani melawan ketidakadilan, ketidakbenaran, dan ketidakjujuran di Tanah Air.

Baca Juga: Hukum dan Berat Zakat Fitrah, Siapkan Jelang Idul Fitri 2021

Jika keadaannya seperti ini, menurutnya, justru tim yang dibentuk KPK nantinya tidak akan berani melawan pemerintahan jika kasus korupsi tersebut kebetulan terjadi di kubu pemerintahan.

"Ini membentuk tim tempur yang kuat atau memang mau membentuk tim tempur yang lemah di dalam memberantas korupsi yang Indeks Persepsi Korupsinya (IPK) semakin menurun," katanya.

Lebih lanjut, Saut Situmorang juga menyoroti jenis-jenis pertanyaan dalam TWK tersebut.

Baca Juga: Film The Eternals Garapan Marvel Tayang 5 November 2021, Berikut Bocoran Karakter dan Kemampuan Anggotanya

Dia berpendapat bahwa tidak perlu memasukkan soal-soal yang bersinggungan dengan FPI hingga LGBT karena hanya akan menambah rumit KPK.

"Jadi maksud saya gini loh, udahlah, ini pemberantasan korupsi jangan masukin variabel-variabel yang gak penting, dua bukti yang cukup udah put them in the jail, gitu aja udah," tutup Saut Situmorang.

Dari kabar yang beredar, terdapat pertanyaan dalam TWK yang menanyakan hal semacam ini.

"Kenal Rizieq (Rizieq Shihab) enggak, tanggapan tentang pembubaran FPI dan HTI seperti apa. LGBT dilarang di Indonesia, terus tanggapan saudara seperti apa"

Pertanyaan-pertanyaan semacam itu dikabarkan mengambil 70 hingga 80 persen dari seluruh porsi soal. Soal dibuat dalam pilihan ganda dan esai.***

Editor: Rinrin Rindawati


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah