Tolak PPN untuk Sembako, Pendidikan, dan Biaya Persalinan, Politisi PKS: Beban Baru Bagi Keluarga Indonesia

- 14 Juni 2021, 18:19 WIB
Ilustrasi sembako. Politisi PKS Mufida menolak rencana PPN untuk sembako, pendidikan, dan biaya persalinan.
Ilustrasi sembako. Politisi PKS Mufida menolak rencana PPN untuk sembako, pendidikan, dan biaya persalinan. /Pixabay/Mohamad Trilaksono

PR BEKASI - Anggota Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati dengan tegas menolak rencana perubahan kelima Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1993 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) tentang berencana mengenakan pajak PPN untuk sembako, pendidikan, dan biaya persalinan.

Kurniasih Mufidayati menagaskan, pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk sembako, pendidikan, dan biaya persalinan akan semakin memberatkan keluarga yang sudah sangat terpukul dengan situasi Pandemi Covid-19 saat ini.

"Kita sangat prihatin ya dengan rencana penambahan beban biaya kepada masyarakat. Unsur yang paling terpukul pasti keluarga, jika PPN diterapkan untuk sembako, pendidikan dan biaya persalinan," kata Mufida dalam keterangan resminya di Jakarta seperti dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com, Senin, 14 Juni 2021.

Baca Juga: Pajak PPN Bakal Sasar Sembako Premium, Kemnkeu Beberkan Rinciannya

"Harus cari solusi yang lain untuk persoalan keuangan negara ini. Tidak menambah beban baru bagi keluarga-keluarga di Indonesia," katanya.

Mufida menekankan, sembako dalam kebutuhan pokok yang dikonsumsi oleh keluarga Indonesia sehari-hari. Tugas pemerintah, papar dia, justru memastikan agar setiap keluarga di Indonesia bisa mendapat akses terhadap sembako dengan mudah.

"Pada situasi non pandemi tugas pemerintah memastikan agar rakyatnya bisa mendapat sembako dengan mudah salah satunya keterjangkauan harga. Apalagi sekarang di era sulit seperti Pandemi ini. Sangat berat sekali buat keluarga Indonesia," ujar Mufida.

Baca Juga: Fadli Zon Tegas Tolak Rencana PPN Sembako: Warga Minang di Seluruh Indonesia Pasti Sangat Dirugikan

Apalagi, kata Mufida, Indonesia masih buruk dalam angka stunting dan gizi buruk anak. Data Unicef menunjukkan pada 2020 lebih dari dua juta anak menderita gizi buruk dan lebih dari tujuh juta anak di bawah usia 5 tahun mengalami stunting.

Kemenkes juga menyebut angka stunting dan gizi buruk di Indonesia melebihi angka toleransi dari WHO. Toleransi WHO untuk gizi buruk adalah 10 persen dan stunting 20 persen.

Sementara Indonesia masih 26,67 persen pada 2019. Jumlah ini diprediksi angka meningkat 15 persen akibat Pandemi Covid-19.

Baca Juga: Respons Sri Mulyani Soal Kehebohan PPN Pada Sembako: Situasinya Jadi Agak Kikuk

"Masih tingginya angka gizi buruk dan stunting karena kemiskinan dan akses terhadap sumber makanan yang tidak memenuhi syarat. Jika sembako kena pajak, bisa dibayangkan berapa banyak keluarga yang terancam dalam gizi dan kesehatannya?" katanaya.

Sementara soal biaya persalinan, Mufida meminta hal ini tetap menjadi tanggungan BPJS Kesehatan, bukan justru dikenakan pajak tambahan. Ia meminta sektor kesehatan yang menjadi hajat hidup orang banyak tidak menjadi beban baru bagi masyarakat yang tengah menghadapi Pandemi.

"Harus ada skala prioritas dalam penyusunan APBN sehingga tidak ada pembebanan kepada masyarakat yang sudah terimbas Pandemi Covid-19. Masyarakat sudah memiliki beban tambahan selama Covid-19 untuk beli masker, untuk melakukan test Covid-19 tambahan jika melahirkan, untuk membeli multivitamin guna menjaga imunitas, jangan ditambah lagi dengan beban pajak," tuturnya.***

Editor: Puji Fauziah


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x