PR BEKASI - Putra Dewi Yul dan Ray Sahetapy sekaligus Aktivis Tuli, Surya Sahetapy turut mengkritik Menteri Sosial Tri Rismaharini (Mensos Risma) yang memaksa anak tuli untuk berbicara pada peringatan Hari Disabilitas Internasional 2021.
Surya Sahetapy mengaku emosi hingga pingsan saat menyaksikan video Mensos Risma memaksa anak tuli untuk berbicara.
"Mau pingsan gue," kata Surya Sahetapy, menanggapi video Mensos Risma yang memaksa anak tuli untuk berbicara, yang dikutip PikiranRakyat-Bekasi.com dari unggahan Instagram @suryasahetapy, Jumat, 3 Desember 2021.
Baca Juga: Mensos Risma Dikritik usai Paksa Tuna Rungu Bicara, Kaum Difabel: Apakah Saya Salah?
Surya Sahetapy menjelaskan bahwa tidak semua anak bisa berbicara, dan faktor bicara itu mempengaruhi tingkat pendengaran.
Surya Sahetapy juga menjelaskan bahwa investasi alat bantu dengar hingga terapi wicara untuk para penyandang disabilitas itu membutuhkan biaya yang tidak murah.
"Tidak semua anak bisa berbicara. Faktor bicara itu berdasarkan tingkat pendengaran mereka," kata Surya Sahetapy.
"Investasi alat bantu dengar yang bernilai puluhan sampai ratusan juta, terapi wicara yang terbang, yang biayanya tidak murah," sambungnya.
"Serta waktu orang tua untuk anaknya sendiri juga, terutama yang sedang mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Belum lagi pendidikan luar biasa saat ini belum humanis. Ya ampun," tutur Surya Sahetapy.
Surya Sahetapy lantas memberikan saran pada Mensos Risma dalam memberikan pertanyaan yang sesuai untuk para penyandang disabilitas.
Baca Juga: Doddy Sudrajat Akan Pindahkan Makam Vanessa Angel, Ayah Bibi Kaget: Janganlah, Mereka Sudah Tenang
"Seharusnya digantikan pertanyaan, 'Nak, mau sampaikan pakai apa? Boleh tulis, boleh bahasa isyarat, boleh berbicara, dan lain-lain. Biar ibu yang belajar memahamimu'," tutur Surya Sahetapy.
Surya Sahetapy juga mengingatkan semua pihak agar menanyakan cara komunikasi yang dikehendaki penyandang disabilitas, bukan malah menentukan cara komunikasi mereka.
"Tanyakan komunikasi mereka, bukan kita menentukan komunikasi mereka demi kepuasan kita tanpa memahami kenyamanan mereka," kata Surya Sahetapy.
Surya Sahetapy lantas meminta semua pihak untuk mengindari sikap linguicism, yakni menganggap orang yang memakai bahasa Indonesia secara lisan jauh lebih pintar dari yang memakai bahasa isyarat.
"Hindari sikap linguicism ya kawan-kawan! Linguicism merupakan pandangan menganggap orang pakai bahasa Indonesia secara lisan lebih pintar daripada orang menggunakan bahasa isyarat," tuturnya.
"Bahasa isyarat merupakan bahasa ibuku. Bahasa Indonesia merupakan bahasa keduaku. Bukan berarti saya tidak berkompeten sebagai warga negara Indonesia," kata Surya Sahetapy.
Baca Juga: Doddy Sudrajat Akan Pindahkan Makam Vanessa Angel, Emma Waroka: Janganlah, Enggak Etis Banget
Terakhir, Surya Sahetapy berharap pemerintah segera merombak sistem sosial dan pendidikan yang kejam di Indonesia, sebelum 2045.
"Mari rombak sistem sosial dan pendidikan yang kejam di Indonesia! Sebelum 2045, Ya Tuhan!," ujar Surya Sahetapy.***