PIKIRAN RAKYAT - Sepanjang 2019, penindakan korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum sepanjang 2019 berlawanan dengan pernyataan Presiden Joko Widodo yang meminta penyelamatan keuangan negara.
Dikutip oleh pikiranrakyat-bekasi.com dari Antara hal tersebut disampaikan oleh Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Wana Alamsyah dalam konferensi pers ‘Tren Penindakan Kasus Korupsi Tahun 2019’.
Menurut Wana, Jokowi mengkriti penegak hukum pada Agustus 2019 lalu dengan mengatakan keberhasilan penegak hukum bukan hanya diukur dari jumlah kasus.
Baca Juga: Tekan Defisit BPJS, Sri Mulyani: Perhatikan Tarif, Manfaat, dan Pengumpulan Iuran
“Tapi juga harus diukur dari berapa potensi kerugian negara yang bisa diselamatkan tapi hal itu tidak dilaukan ole apart,” kata Wana di Kantor ICW Jakarta pada Selasa, 18 Februari 2020 lalu.
Wana menuturkan pada 2019, penegak hukum seperti Kejaksaan Agung, kepolisian dan KPK mengenakan pidana pencucian uang terhadap 3 kasus korupsi atau sekitar 1,1 persen dari total khusus yang ditangani.
Wana melanjutkan, sedangkan pada tahun 2018 penegak hukum dapat mengenakan pencucian uang terhadap 7 kasus korupsi atau sekira 1,5 persen.
“Hal ini menunjukkan ketidakseriusan penegak hukum dalam menerapkan konsep ‘asset recovery’ dalam upaya memiskinkan pelaku korupsi agar menimbulkan efek jera, bertolak belakang dengan pernyataan Presiden Joko Widodo yang berencana memprioritaskan ‘asset recove’,” tambahnya.
Wanna mencontohkan dengan kasus yang dikembangkan dan dikenakan pasal pencucian uang yaitu kasus suap pengadaan mesin Rolls-Royce yang melibatkan Direktur Utama Garuda Indonesia, Emirsyah Satar.