PIKIRAN RAKYAT - Lebih dari 30.000 napi telah dibebaskan sejak awal April 2020 melalui program asimilasi dan integrasi Kementerian Hukum dan HAM (Kemenhumkam).
Sel penjara di Indonesia memang kelebihan kapasitas sehingga sebagai upaya meminimalisasi penyebaran virus corona, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memutuskan untuk membebaskan para napi.
Sayangnya, hingga pekan ketiga di bulan April, sebagaimana dilaporkan oleh Pikiranrakyat-depok.com, Polri telah mencatat 28 napi program asimilasi yang kembali berulah di masyarakat.
Menurut keterangan Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri, Brigjen Pol Raden Prabowo Argo Yuwono, kejahatan yang dilakukan para napi asimilasi adalah tindak pidana pencurian dengan pemberatan, pencurian kendaraan bermotor, pencurian dengan kekerasan, dan pelecehan seksual.
Baca Juga: Gempa Bumi Kudus Hari Ini Buktikan Sesar Muria Masih Aktif dan Bisa Picu Goncangan Lagi
Pakar Hukum Tata Negara, Dr Laode Bariun SH MH mengatakan bahwa kebijakan asimilasi dengan dalih memutus mata rantai virus corona memang cukup dilematis.
Demikian dia menjelaskan bahwa ada tiga konsekuensi yang mengancam narapidana penerima asimilasi atau pembebasan bersyarat yaitu pertama, gugurnya hak asimilasi.
Kedua, adanya sanksi hukuman yang berat, dan ketiga, napi yang bersangkutan tidak mungkin lagi diberikan hak asimilasi.
"Hukuman akan diperberat karena melakukan kejahatan berulang atau kategori residivis. Yang bersangkutan tidak mungkin lagi mendapatkan hak asimilasi. Sangat disayangkan jika ada narapidana penerima asimilasi yang ditangkap karena terlibat aksi kejahatan," kata Laode sebagaimana dilaporkan Antara.