Marak Napi Asimilasi Kembali Berulah Pascabebas, Pakar Hukum Beberkan 3 Konsekuensinya

- 2 Mei 2020, 14:40 WIB
Ilustrasi narapidana.
Ilustrasi narapidana. /Dok PRFM.

Baca Juga: Banjir Rendam 21.000 Rumah di Kabupaten Bandung Hingga Sabtu 2 Mei 2020 

Namun bagi dia bukan sesuatu yang mengejutkan jika ada narapidana terlibat kejahatan karena pemberian asimilasi pun tidak melalui proses yang matang.

"Sesungguhnya yang paling mengetahui jejak perilaku warga binaan adalah lembaga pemasyarakatan. Maka yang paling kompeten menyatakan si A dan si B layak atau tidak memperoleh asimilasi adalah pihak lembaga pemasyarakatan," ucapnya.

Menurut dia, pemberian asimilasi dengan dalih memutus rantai virus corona terkesan sekadar menggugurkan hukuman narapidana. Sebab esensi hukuman yang dijalani setiap narapidana adalah menanamkan efek jera.

"Bagaimana dengan fakta adanya narapidana penerima asimilasi yang terlibat melakukan kejahatan? Inilah dampak kebijakan (pemberian asimilasi) yang tidak memperhatikan aturan yang mengatur warga binaan di lembaga pemasyatakatan," tutur Laode.

Baca Juga: Perempuan Transgender Membakar Diri, Protes Nasib PSK Saat Lockdown Tekait Pandemi Corona 

"Harus diakui bahwa kebijakan asimilasi narapidana cukup dilematis karena di satu sisi bertujuan memutus rantai penyebaran virus corona tetapi di sisi lain menimbulkan keresahan di tengah masyatakat," ujarnya.

Di Sulawesi Tenggara, kata dia, tidak relevan dalih pemberian asimilasi untuk mencegah penyebaran virus corona, sebab hingga kini tidak ada warga binaan penghuni lembaga pemasyarakatan maupun rumah tahanan negara yang positif, ODP, OTG, maupun PDP.

Pembebasan narapidana diatur dalam Keputusan Menteri Hukum dan HAM bernomor MHH-19.PK/01.04.04 tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak melalui asimilasi dan integrasi dalam rangka pencegahan dan penanggulangan penyebaran Covid-19.***

Halaman:

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: Permenpan RB


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x