"Mau dibilang apa lagi, kita berhadapan dengan gerombolan bebal," kata Novel.
Ia pun mengaku sebagai korban mafia hukum.
"Di satu sisi saya tugasnya memberantas mafia hukum, tapi di satu sisi menjadi korban mafia hukum yang menyolok mata," tambah Novel.
Novel menilai sejak awal sudah tahu bahwa persidangan tersebut sekadar formalitas.
"Hari ini terbukti persepsi yang ingin dibentuk dan pelaku dihukum ringan. Keterlaluan memang, sehari-hari bertugas memberantas mafia hukum dengan UU Tindak Pidana Korupsi tapi jadi korban praktik lucu begini, lebih rendah dari orang yang menghina Pak Jokowi, selamat atas prestasi aparat bapak, mengagumkan," kata Novel.
Baca Juga: Netflix Luncurkan Seri Black Lives Matter, Tayangkan 45 Film Mengenai Rasisme Terhadap Kulit Hitam
Hal itu ia ungkapkan dalam akun Twitternya @nazaqistsha.
Dalam surat tuntutan dari JPU disebutkan bahwa kedua terdakwa yaitu Ronny Bugis bersama-sama dengan Rahmat Kadi Mahulette tidak suka atau membenci Novel Baswedan karena dianggap telah mengkhianati dan melawan institusi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).
"Seperti kacang pada kulitnya, karena Novel ditugaskan di KPK padahal dibesarkan di institusi Polri, sok hebat, terkenal dan kenal hukum sehingga menimbulkan niat terdakwa untuk memberikan pelajaran kepada Novel dengan cara membuat Novel luka berat," ujar jaksa.
Novel Baswedan pun menyoroti definisi 'ketidaksengajaan' yang menjadikan Jaksa Penuntut Umum meringankan beban bagi kedua terdakwa pelaku penyiraman dirinya.