Tolak Omnibus Law, Wakil Ketua MPR: Pemerintah Seharusnya Hadir, Bukan Sengsarakan Rakyat

- 27 Juli 2020, 20:10 WIB
Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Syarief Hasan.
Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Syarief Hasan. /Antara/

PR BEKASI - Syarief Hasan, Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI kembali menyatakan penolakannya terhadap Omnibus Law RUU Cipta Kerja seiring dengan aspirasi rakyat yang terus menolak regulasi tersebut.

Dalam pernyataan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Senin, 27 Juli 2020, pemilik nama lengkap Syariefuddin Hasan itu mengingatkan pemerintah seharusnya menyerap aspirasi masyarakat terlebih dahulu.

Sebab, kata dia, RUU tersebut ditolak oleh semua buruh dan elemen masyarakat lainnya. Ia pun menyoroti muatan dalam RUU Cipta Kerja yang tidak pro terhadap rakyat misalnya hilangnya ketentuan upah minimum kabupaten/kota (UMK) sebab Pasal 88C ayat (2) hanya mengatur upah minimum provinsi (UMP).

Baca Juga: Viral, Video Pasutri Memakai Masker Berlogo NAZI di Pasar Swalayan, Polisi Hanya Beri Teguran 

"UMP di hampir semua provinsi lebih kecil dibandingkan UMK-nya, kecuali di DKI Jakarta dan DI Yogyakarta. Akibatnya, upah buruh menjadi semakin kecil dan tidak layak. RUU ini menunjukkan ketidakberpihakannya terhadap buruh, karyawan, dan rakyat kecil," ungkap Syarief Hasan.

RUU Cipta Kerja, lanjut dia, juga membuat aturan pesangon yang kualitasnya menurun dan tanpa kepastian sehingga nilai pesangon bagi pekerja yang terkena PHK menurun karena pemerintah menganggap aturan yang lama tidak implementatif.

"RUU ini akan semakin mempermudah perusahaan untuk melakukan PHK karena uang pesangonnya lebih kecil. Aturan baru ini malah lebih tidak implementatif dan tidak pro-rakyat," kata Syarief Hasan.

Ia bahkan menyayangkan dihilangkannya sanksi pidana bagi perusahaan yang melanggar aturan sebab omnibus law menggunakan basis hukum administratif sehingga para pengusaha yang melanggar aturan hanya dikenakan sanksi berupa denda.

Baca Juga: Polisi Uraikan Fakta Alasan Yodi Prabowo Memungkinkan Bunuh Diri di Pinggir Tol 

Selain itu, kata dia, RUU Cipta Kerja juga akan membuat karyawan kontrak susah diangkat menjadi karyawan tetap, PHK akan semakin dipermudah, dan hilangnya jaminan sosial bagi buruh, khususnya jaminan kesehatan dan jaminan pensiun.

Syarief Hasan yang juga anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat memandang bahwa setiap kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang diterbitkan harus mendengarkan aspirasi rakyat dan melibatkan rakyat.

"Suara rakyat harus didengarkan karena bukankah pemerintah bekerja untuk rakyat?," ucap Syarief Hasan.

Banyaknya penolakan dan demo yang dilakukan masyarakat, lanjut dia, menunjukkan bahwa RUU Cipta Kerja tidak pro-rakyat.

Baca Juga: Travel Masih Ada di Atas Kapal, Sopir dan Penumpang Wanita Tewas Tanpa Busana 

Pemerintah bersama DPR RI, kata dia, harus lebih berfokus pada program penanggulangan pandemi COVID-19, mengingat angka positif COVID-19 semakin meningkat dari hari ke hari sehingga tertinggi di kawasan ASEAN dan belum adanya tanda-tanda penurunan.

Dalam situasi genting saat ini, kata dia, menuntut pemerintah fokus dan prioritas untuk menanggulangi COVID-19 dibandingkan membahas RUU Cipta Kerja.

"Pemerintah itu seharusnya hadir untuk selalu menyerap aspirasi dan pelayanan terbaik bagi rakyat, bukan semakin mempersulit rakyat di tengah pandemi COVID-19," ujar Syarief Hasan.***

 

Editor: M Bayu Pratama


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah