Banyak Parpol Terjebak Politik Dinasti, Jimly Asshiddiqie: Ada Problem Internal dalam Partai

- 24 Agustus 2020, 15:06 WIB
Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jimly Asshiddiqie ditemui di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 24 Oktober 2019
Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jimly Asshiddiqie ditemui di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 24 Oktober 2019 /ANTARA /Fathur Rochman

PR BEKASI – Iklim demokrasi Indonesia tidak sepenuhnya berjalan dengan sehat, oligarki hingga salah satunya politik dinasti masih menjadi isu hangat ditengah kancah politik Indonesia.

Praktik oligarki dengan adanya kekuasaan dipegang atau dikuasai oleh sekelompok elit kecil atau minoritas masyarakat. Dan Politik Dinasti dengan menempatkan kelompok keluarga atau kerabat pada posisi strategis di pemerintahan menjadikan demokrasi perlu untuk dikaji dan diuji kembali.

Belum lama ini, politik dinasti ramai menjadi perbincangan setelah majunya putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi), yaitu Gibran Rakabuming dan menantunya Bobby Afif Nasution.

Baca Juga: Fakta Baru Penembakan Masjid di Selandia Baru, Pelaku Menyesal Tak Bunuh Lebih Banyak Orang

Diketahui bahwa Gibran akan maju dalam Pilkada Solo. Disisi lain, Bobby yang diusung oleh PDI-P juga akan maju dalam Pilkada Medan.

Terkait politik dinasti, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Prof Jimly Asshiddiqie, mengatakan Banyak partai politik yang muncul pada perjalanan reformasi pada akhirnya justru terjebak pada oligarki dan politik dinasti.

"Ada problem internal di dalam partai-partai, partai yang lahir di era reformasi," ujar Jimly, saat diskusi daring "Bernegara Seri-1 (Refleksi dan Proyeksi 75 Tahun INDONESIA: Berpolitik, Bernegara, Berkonstitusi)", Minggu, 23 Agustus 2020, seperti dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Antara.

Baca Juga: Gelar Prosesi Khitanan Massal di Tengah Covid-19, Tri Adhianto Apresiasi Pihak Penyelenggara

Jimly menjelaskan reformasi adalah upaya membalikkan keadaan yang cenderung negatif supaya kembali baik, seperti Orde Lama dikoreksi Orde Baru, dan Orde Baru dikoreksi oleh Reformasi.

Menurut Jimly, memasuki perjalanan reformasi, muncul partai-partai yang mengusung "democracy of law", namun dalam praktiknya malah berbeda.

Lanjutnya, keberadaan tokoh-tokoh tua yang masih memimpin adalah indikator terjadinya gerontokrasi.

Baca Juga: Berisiko Tinggi Tertular Covid-19, Terawan Agus Putranto Janji Dukung dan Bantu Tenaga Kesehatan

Gerontokrasi atau istilah yang digunakan untuk situasi pada entitas atau suatu Lembaga yang dikuasai oleh orang-orang tua.

Meski banyak tokoh muda saat ini menjadi menteri, namun pada dasarnya parpol yang dipimpin oleh golongan tua yang menentukan karena mereka adalah petugas partai.

"Sementara, partai mengalami gerontokrasi dan di dalam dirinya berubah menjadi dinasti-dinasti politik. Muncul keluarga-keluarga tertentu menjadi oligarki-oligarki politik yang berkolaborasi karena makin mahalnya demokrasi," kata Jimly.

Baca Juga: Puan Maharani Minta PDIP Menangi Pilkada 2020 dengan Tiga Pilar

Oleh karena itu, Jimly mengajak seluruh masyarakat berperan memajukan bangsa melalui berbagai ide dan impian untuk Indonesia yang lebih baik. Bukan malah berpikir pragmatis.

Berpikir pragmatis yaitu berpikir secara praktis, menginginkan segala sesuatunya instant dilakukan, dikerjakan dan didapatkan.

"Kalau kita biarkan dengan sikap pragmatis, kita biarkan yang terjadi sekarang. Semua orang semangatnya hanya mengambil, rebutan jabatan mana yang bisa diambil, menjadi medioker, generasi pengambil, generasi peminta-minta, generasi penerima. Tidak menjadi pemberi dan penyumbang kemajuan peradaban bangsa." katanya.***

Editor: Ikbal Tawakal

Sumber: Permenpan RB


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah