Baca Juga: Usai Ditemukan di Jakarta dan Surabaya, Kini Mutasi D614G Juga Ditemukan di Yogyakarta dan Jateng
"Intinya tidak semua yang cocok atau siap diterapkan di negara lain, tepat atau cocok di Indonesia, terutama dalam implementasinya," tuturnya.
Sesuai pengaturan yang hendak diberlakukan, menurut Yenti minimal harus ada rencana pembahasan berisi konsensus masyarakat terkait hal itu, kajian-kajian cost and benefit bila melegalkannya, dan setelah itu melakukan koordinasi terhadap hukum dan pengaturan lain.
"Dan terakhir, pada kementerian mana usulan ini akan dilakukan," ujar Yenti.
Baca Juga: Tidak Kapok, Majalah Charlie Hebdo Segera Rilis Ulang Karikatur Kontroversial Nabi Muhammad
Mengingat persoalan ganja dilarang oleh peraturan setingkat undang-undang, maka menurut Yenti tidak mungkin dianulir oleh keputusan menteri.
Pandangan terhadap ganja adalah pohon obat untuk pengobatan, sudah seharusnya melibatkan aparatur penegak hukum (BNN, Polri, Kejaksaan), LIPI, Kemenkes, dan stakeholder lainnya.
Baca Juga: Berlaku Mulai 7 September, Malaysia Larang Tiga Negara Ini ke Negaranya demi Tekan Kasus Covid-19
Hal itu menurutnya sangat penting dilakukan sebelum mengeluarkan keputusan yang hendak dinilai publik sebagai keputusan pemerintah.
Dengan dasar itu, Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia mengingatkan Keputusan Menteri Pertanian RI nomor 104/KPTS/HK.140/M/2/2020 itu dibatalkan.***