Banyak Muatan dalam RUU Ciptaker yang Ditolak Masyarakat, Syarief Hasan: Aturan Ini Tidak Pro Rakyat

- 4 Oktober 2020, 16:42 WIB
Wakil Ketua MPR-RI Fraksi Demokrat Syarief Hasan (foto-Dok)
Wakil Ketua MPR-RI Fraksi Demokrat Syarief Hasan (foto-Dok) /


PR BEKASI - Pembahasan RUU Ciptaker Omnibus Law sejak awal mendapat penolakan dari beberapa lapisan masyarakat, terutama kaum buruh.

Ditambah lagi dengan digelarnya rapat RUU Ciptaker yang terkesan tertutup dan terburu-buru yang dilakukan tengah malam dan di hari libur pada Sabtu, 3 Oktober 2020 malam kemarin.

Tentu hal itu memunculkan beragam tanggapan dari berbagai pihak. Salah satunya sari fraksi partai Demokrat.

Baca Juga: Grebek Hotel di Tangerang, Satpol PP Amankan 11 Pasangan Remaja Mesum di Bawah Umur

Menurut Wakil Ketua MPR RI, Syarief Hasan, dirinya mengatakan tidak setuju dengan pengesahan Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja.

"Dan bila RUU ini akan disahkan oleh Paripurna DPR, maka Partai Demokrat pasti menolak atau minta untuk ditunda," kata Syarief Hasan di Jakarta seperti dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Antara, Minggu, 4 Oktober 2020.

Dirinya menyayangkan adanya aspirasi masyarakat yang tidak terserap oleh pemerintah dalam draf RUU tersebut.

Baca Juga: Tetap Waspada, Dokter Sebut Penderita Jantung Jadi Kelompok Paling Berisiko Terpapar Covid-19

Selain itu, kata Syarief Hasan, banyak muatan dalam RUU Omnibus Law tersebut yang ditolak elemen masyarakat di Indonesia karena dinilai tidak pro terhadap rakyat.

Muatan bermasalah tersebut, kata dia, seperti aturan pesangon yang semakin menurun kualitasnya dan tanpa kepastian hukum yang jelas.

“RUU ini akan semakin mempermudah perusahaan untuk melakukan PHK karena uang pesangonnya lebih kecil," kata Syarif.

Baca Juga: Ancam Gunakan Senpi, Lelaki Berlagak seperti Koboi di Bekasi Diamankan Polisi

Pemerintah dan DPR RI juga bersepakat untuk memasukkan skema baru yakni Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dalam Rancangan Undang-Undang Omnibus Law untuk menyelesaikan permasalahan pesangon pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dinilai merugikan pekerja.

JKP yang menggunakan skema asuransi itu dinilai akan menyerap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) cukup besar.

Karena, selain mengharuskan pemerintah memberi dana kas atau data tunai per bulan kepada pekerja PHK, aturan terkait JKP juga mengharuskan pemerintah menyiapkan pendidikan dan pelatihan (diklat) pekerja untuk meningkatkan skill dan kapasitas pekerja dan memberi informasi pekerjaan atau menyalurkan pekerja kepada pekerjaan baru.

Baca Juga: Terkait Kabar Pengangkatan Dua Wakil Menteri Baru, Istana Akhirnya Buka Suara

"Aturan baru ini malah tidak implementatif, kontraproduktif, dan tidak pro-rakyat," ujar Syarief.

Selain itu, Syarief juga mengatakan akan ada ketentuan upah minimum yang hilang dengan disahkan RUU Omnibus Law Cipta Kerja yaitu ketentuan mengenai Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK).

"Sebab, Pasal 88C ayat (2) hanya mengatur Upah Minimum Provinsi (UMP). UMP di hampir semua Provinsi lebih kecil dibandingkan UMK Kabupatennya, kecuali di DKI Jakarta. Akibatnya, upah buruh menjadi semakin kecil dan tidak layak. RUU ini menunjukkan ketidakberpihakannya terhadap buruh, karyawan, dan rakyat kecil," ujar Syarief. 

Baca Juga: Jual Pakan Ikan Hias di Tengah Pandemi, Pemuda Bekasi Ini Miliki Omset hingga Jutaan Rupiah

Namun, sebelumnya pada 28 September 2020, DPR dan Pemerintah hanya bersepakat untuk menghilangkan ketentuan terkait upah minimum sektoral, dan tetap mempertahankan ketentuan terkait Upah Minimum Provinsi maupun Upah Minimum Kabupaten/Kota.

Pemerintah yang diwakili oleh Staf Ahli Kementerian Koordinator Perekonomian Elen Setiadi pada saat itu, sepakat dengan keputusan mempertahankan Upah Minimum Provinsi dan Upah Minimum Kabupaten/Kota.

"Pemerintah menyampaikan dua bentuk upah minimum sebagai safety net, yang pertama adalah upah minimum provinsi, kedua adalah upah minimum kabupaten/kota sesuai dengan persyaratan yang kami ajukan," kata Elen dalam rapat Panja RUU Cipta Kerja saat itu.***

Editor: Puji Fauziah

Sumber: Permenpan RB


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah