Diklaim Paling Cepat, Vaksin Merah Putih Buatan Eijkman Akan Uji Coba pada Hewan Tahun Ini

- 27 Oktober 2020, 18:57 WIB
Menristek Bambang Brodjonegoro (kiri) berbincang dengan Ketua Konsorsium Riset dan Inovasi COVID-19 Kemenristek, Ali Gufron (Kedua kanan) dan Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Amin Soebandrio (kanan).
Menristek Bambang Brodjonegoro (kiri) berbincang dengan Ketua Konsorsium Riset dan Inovasi COVID-19 Kemenristek, Ali Gufron (Kedua kanan) dan Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Amin Soebandrio (kanan). /ANTARA/Puspa Perwitasari/

Jika berhasil hingga uji ketiga, maka vaksin Merah Putih akan diserahkan kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk kemudian dinyatakan lolos atau tidak sebelum digunakan secara massal.

Dalam pengembangan vaksin Merah putih, Eijkman menggunakan platform sub unit protein rekombinan, sedangkan kelima lembaga atau institusi lain menggunakan platform bermacam-macam.

Baca Juga: Musim Hujan dan La Nina, Simak Cara Antisipasi Bencana di Tengah Pandemi

"Karena menggunakan platform yang beda otomatis nanti akan ada enam versi vaksin. Ini sebenarnya mirip dengan yang dilakukan banyak pihak di luar negeri,' katanya.

Perbedaan ini wajar sebagaimana Sinovac yang menggunakan inactivated virus, kemudian Moderna yang menggunakan RNA, tetapi produk hasilnya sama yaitu vaksin Covid-19.

Disebutkan pengembangan vaksin di dunia menggunakan inactivated virus atau protein rekombinan, sedangkan DNA dan RNA merupakan teknologi yang terbilang masih baru.

Baca Juga: Lowongan Kerja BUMN Oktober 2020 di RNI, Simak Posisi yang Ditawarkan dan Cara Pendaftarannya

Intinya, saat ini keenam institusi bekerja masing-masing tapi mereka akan keluar dengan vaksin Covid-19 dan kemudian akan difasilitasi produksinya.

Diharapkan lebih lanjut dengan adanya vaksin Merah Putih buatan negeri dan dikerjakan oleh ahli tanah air menjadikan Indonesia mampu mandiri dalam vaksin karena mampu memproduksi dan sekaligus melakukan penelitian dan pengembangannya.

"Indonesia adalah negara besar, 270 juta penduduk akan sangat riskan kalau kita terlalu bergantung kepada vaksin yang didatangkan dari luar sehingga kita harus mempunyai kemampuan tak hanya produksi tapi juga penelitian dan pengembangan." kata Bambang Brodjonegoro.***

Halaman:

Editor: Ikbal Tawakal

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x