Kembali Dilaporkan Soal Masalah Etik, ICW Minta Firli Bahuri Diberhentikan Sebagai Ketua KPK

- 28 Oktober 2020, 08:40 WIB
Ketua KPK Firli Bahuri.
Ketua KPK Firli Bahuri. /ANTARA/Benardi Ferdiansyah

PR BEKASI – Indonesia Corruption Watch (ICW) melaporkan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Deputi Penindakan ke Dewan Pengawas atas pelanggaran kode etik.

ICW mendesak Dewan Pengawas untuk menyelenggarakan sidang dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku.

Kemudian, menginginkan Dewan Pengawas untuk memanggil dan meminta keterangan dari keduanya serta saksi-saksi lainnya yang dianggap relevan dengan pelaporan ini.

Baca Juga: Jika Saja Gubernur Jakarta Sekaya Sandiaga Uno, Refly Sebut Anies Jauh Lebih Cocok Jadi Ketum PPP 

Lebih lanjut, ICW meminta Dewan Pengawas menjatuhkan sanksi kepada Firli Bahuri dan Karyoto.

Dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari laman resmi ICW pada Selasa, 27 Oktober 2020, pelaporan ini dilatarbelakangi atas kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) rektor UNJ beberapa waktu lalu. 

Berdasarkan putusan Apz (Plt Direktur Pengaduan Masyarakat KPK), diduga terdapat beberapa pelanggaran serius yang dilakukan oleh keduanya.

ICW mencatat setidaknya terdapat empat dugaan pelanggaran kode etik yang terjadi. 

Baca Juga: Jokowi Diduga Lempar Bantuan dari Mobil, Politikus Demokrat: Presiden Ajari Rakyat Jadi 'Pemulung' 

Pertama, Firli Bahuri bersikukuh untuk mengambil alih penanganan yang saat itu dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 

Padahal Plt Direktur Pengaduan Masyarakat KPK sudah menjelaskan bahwa setelah Tim Pengaduan Masyarakat melakukan pendampingan, ternyata tidak ditemukan adanya unsur penyelenggara negara. 

Sehingga, berdasarkan Pasal 11 ayat (1) huruf a Undang-undang (UU) KPK, maka tidak memungkinkan bagi KPK untuk menindaklanjuti kejadian tersebut.

Kedua, Firli Bahuri menyebutkan bahwa dalam pendampingan yang dilakukan oleh Tim Pengaduan Masyarakat terhadap Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah ditemukan tindak pidananya. 

Baca Juga: Mencari Rezeki Saat Demo UU Ciptaker, Salim Penjual Nasi Bungkus Ikut Pantau Medsos dan Jumlah Massa 

Padahal ia diduga tidak mengetahui kejadian sebenarnya. Sehingga menjadi janggal jika Firli Bahuri langsung begitu saja menyimpulkan adanya tindak pidana korupsi dan dapat ditangani oleh KPK.

Ketiga, tindakan Firli Bahuri dan Karyoto saat menerbitkan surat perintah penyelidikan dan pelimpahan perkara ke Kepolisian diduga tidak didahului dengan mekanisme gelar perkara di internal KPK. 

Padahal, dalam aturan internal KPK telah diatur bahwa untuk dapat melakukan dua hal tersebut mesti didahului dengan gelar perkara yang diikuti oleh stakeholder  kedeputian penindakan serta para Pimpinan KPK.

Keempat, tindakan Firli Bahuri untuk mengambil alih penanganan yang dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan diduga atas inisiatif pribadi tanpa melibatkan atau pun mendengar masukan dari Pimpinan KPK lainnya. 

 Baca Juga: Hasil Liga Champions Grup C: Curi Poin Penuh, Manchester City Bungkam Marseille di Kandang Sendiri

Padahal Pasal 21 UU KPK menyebutkan bahwa Pimpinan KPK bersifat kolektif kolegial.

Maka dari itu, berdasarkan empat hal di atas ICW menduga tindakan keduanya telah melanggar Pasal 4 ayat (1) huruf b, Pasal 5 ayat (1) huruf c, Pasal 5 ayat (2) huruf a, Pasal 6 ayat (1) huruf e, Pasal 7 ayat (1) huruf a.

Kemudian, Pasal 7 ayat (1) huruf b, Pasal 7 ayat (1) huruf c Peraturan Dewan Pengawas Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Komisi Pemberantasan Korupsi.

Sebelumnya juga pernah terjadi pelanggaran etik yang telah terbukti dilakukan oleh Firli Bahuri. 

Baca Juga: Hasil Liga Champions Grup A: Bayern Muenchen Curi Poin Penuh di Kandang Lokomotiv Moscow 

Pada 2018, ketika menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK, Firli Bahuri diketahui bertemu dengan Tuan Guru Bajang.

Pelanggaran etik yang terkini adalah Firli Bahuri terbukti menggunakan moda transportasi mewah berupa helikopter pada sekitar bulan Juni 2020. 

Untuk itu, ICW menegaskan agar Dewan Pengawas yang semestinya dapat menjatuhkan sanksi lebih berat, berupa pemberhentian dengan tidak hormat terhadap yang bersangkutan.***

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: ICW


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x