Dituduh Dalang Penghapusan 'Red Notice' Djoko Tjandra, Napoleon Bonaparte: Saya Merasa Dizalimi

- 10 November 2020, 20:27 WIB
Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri, Inspektur Jenderal Pol Napoleon Bonaparte.
Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri, Inspektur Jenderal Pol Napoleon Bonaparte. /ANTARA/

PR BEKASI - Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri, Inspektur Jenderal Pol Napoleon Bonaparte telah menjalani sidang dengan agenda pembacaan nota keberatan (eksepsi) di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, pada Senin, 9 November 2020.

Seperti yang diketahui, Napoleon didakwa karena menerima suap sebesar 200 ribu dolar Singapura dan 270 ribu dolar AS atau sekitar Rp6.1 miliar.

Suap tersebut diterima sebagai imbalan untuk menghapus nama Djoko Tjandra dari Daftar Pencarian Orang (DPO) yang dicatatkan di Direktorat Jenderal Imigrasi.

Baca Juga: Tiga Daerah yang Dipimpin Kadernya Raih Penghargaan, Megawati: DKI Jakarta Saat Ini Jadi Amburadul

Dalam persidangan itu, Napoleon mengaku merasa dizalimi oleh pernyataan pejabat negara terkait tuduhan penghapusan "red notice".

"Dari bulan Juli sampai hari ini, saya merasa dizalimi melalui teks oleh pemberitaan-pemberitaan 'statement' pejabat negara yang salah tentang tuduhan menghapus 'red notice'," kata Napoleon Bonaparte, sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Antara, Selasa, 10 November 2020.

Napoleon juga menyampaikan bahwa persidangan pembacaan eksepsi itu sudah sangat lama dia nantikan.

Baca Juga: Tiga Daerah yang Dipimpin Kadernya Raih Penghargaan, Megawati: DKI Jakarta Saat Ini Jadi Amburadul

"Kesempatan hari ini sudah lama saya tunggu-tunggu Yang Mulia, karena sebagai Kadivhubinter Polri yang dulu juga mantan Sekretaris NCB (National Central Bureau) Interpol Indonesia. Kami yang paling tahu kerja Interpol," kata Napoleon.

Napoleon merasa tuduhan tersebut membuatnya tidak mungkin menyampaikan jawaban, karena hanya akan dianggap pembenaran diri.

"Kesempatan ini kami tunggu untuk menyampaikan apa yang dieksepsi. Tuduhan penerimaan uang, saya siap untuk dibuktikan didasari rencana untuk menzalimi kami sebagai pejabat negara," ujar Napoleon.

Baca Juga: Anies Baswedan Ingin Bertemu Habib Rizieq di Pagi Buta, Bakal Bahas Apa ya?

Dalam nota pembelaannya, pengacara Napoleon, Sastrawan mengatakan, tidak ada keterangan saksi yang termuat di dalam keseluruhan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Djoko Tjandra yang menerangkan keterlibatan langsung maupun tidak langsung dari Napoleon.

"Terhadap penyerahan dan penerimaan uang sebagaimana kuitansi-kuitansi tanda terima uang tanggal 27 April 2020, 28 April 2020, 29 April 2020, 4 Mei 2020, 12 Mei 2020 dan 22 Mei 2020," kata Sastrawan.

Menurut Sastrawan, "Interpol Red Notice" atas Djoko Tjandra, Control Nomor: A-1897/7-2009 telah terhapus dari System Basis Data Interpol sejak tahun 2014, karena tidak ada Perpanjangan dari Kejaksaan RI sebagai Lembaga Peminta.

Baca Juga: Ledakan Massa yang Jemput Kepulangan Rizieq Shihab, Pengamat: Kekuatan Politik 2024 Sudah Terbentuk

Menurut Sastrawan, "red notice" dan Daftar Pencarian Orang (DPO) pada Sistem Informasi Manajemen Keimigrasian (SIMKIM) Imigrasi adalah 2 hal yang berbeda.

Sehingga terhapusnya nama Djoko Tjandra dari SPO SIMKIM Imigrasi bukanlah kewenangan dari Napoleon Bonaparte, dan bukan pula implikasi dari surat No. B/1036/V/2020/NCB - Div HI tertanggal 5 Mei 2020, karena substansi isi surat tersebut hanya bersifat pemberitahuan.

Dalam dakwaan, Napoleon disebut mendapat uang secara bertahap yaitu pada 28 April 2020 sebesar 200 ribu dolar Singapura, pada 29 April 2020 sebesar 100 ribu dolar AS, pada 4 Mei 2020 sebesar 150 ribu dolar AS, dan pada 5 Mei 2020 sebesar 20 ribu dolar AS.***

Editor: Ikbal Tawakal

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah