Sebut RUU Minol Bukan Usaha Islamisasi, Muhammadiyah: Banyak Negara Barat yang Sudah Mengatur Ketat

- 16 November 2020, 06:22 WIB
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu'ti.*/ANTARA/Katriana/
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu'ti.*/ANTARA/Katriana/ /

PR BEKASI - Akhir-akhir ini, topik terkait RUU Larangan Minuman Beralkohol (Minol) menjadi ramai diperbincangkan publik dan menuai berbagai respons.

Pasalnya, rencana DPR untuk segera mengesahkan RUU tersebut mendapat penolakan dari sejumlah pihak.

Apalagi ada kalangan yang menilai bahwa RUU Minol nantinya hanya akan menguntungkan umat Islam. Tak hanya itu, ada juga yang curiga bahwa RUU Minol merupakan upaya pemerintah untuk Islamisasi.

Baca Juga: Kecam Ucapan Ustaz Maheer yang Hina Habib Luthfi Yahya, Pedagang Pasar Kalimalang Lakukan Aksi

Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu'ti mengatakan, undang-undang yang mengatur tentang minuman beralkohol tidak terkait dengan Islamisasi.

Karena menurutnya, di negara Barat saja sudah ada aturan ketat terkait konsumsi bahkan peredaran minol.

"Undang-undang minuman beralkohol bukan merupakan usaha Islamisasi. Banyak negara Barat yang mengatur sangat ketat konsumsi dan distribusi minuman beralkohol," kata Abdul Mu'ti, Senin, 16 November 2020, yang dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Antara.

Abdul Mu'ti mengatakan, undang-undang minuman beralkohol sangat penting dan mendesak.

Baca Juga: Doni Monardo: Pembuat Kerumunan Akan Dimintai Tanggung Jawab oleh Allah SWT

Karena konsumsi alkohol merupakan salah satu masalah yang berdampak buruk terhadap kesehatan, kejahatan, moralitas, dan keamanan.

Menurutnya, banyak tindak kejahatan, kecelakaan lalu lintas yang fatal, dan berbagai penyakit yang bermula dari konsumsi alkohol yang berlebihan disebabkan oleh pengaruh minuman alkohol.

Regulasi mengenai minuman beralkohol, minimal harus mengatur empat hal, di antaranya ketentuan kadar alkohol maksimal dalam minuman yang diperbolehkan.

Selanjutnya, kriteria batas usia minimal yang boleh mengonsumsi miras, tempat konsumsi yang legal, dan tata niaga/distribusi yang terbatas.

Baca Juga: Pertamina Nyaris Bangkrut karena Punya Utang Rp10 Miliar Hari ini, 15 November 1978

Sementara itu, Wasekjen Majelis Ulama Indonesia KH Rofiqul Umam Ahmad mendesak regulasi minuman beralkohol harus masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas.

Menurutnya, dalam pandangan Islam, minuman beralkohol merupakan induk dari segala kejahatan.

"Orang kalau sudah minum-minuman keras kemudian dia mabuk, bisa melakukan apa saja yang merusak dirinya, mengancam jiwa orang lain, termasuk melakukan kejahatan," kata Rofiqul Umam Ahmad.

Rofiq mengatakan, RUU Minol itu tidak untuk menguntungkan Islam saja, karena nantinya ada pengecualian penyesuaian untuk setiap agama dan kepercayaan.

Baca Juga: HRS Dinilai Ucapkan Kata Tak Pantas, Ketua PKPI: Bukan Penghinaan untuk Negara, tapi Seluruh Umat

Inti dari RUU itu, agar peredaran minuman beralkohol lebih terawasi sehingga tidak merugikan banyak kalangan.

Dia mengatakan, MUI sejak 2017 sudah membahas masalah tersebut dan merancang materi yang mendalam. Karena itu, MUI siap memberikan masukan untuk menyempurnakan RUU Minol bila diperlukan.***

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x