Menanggapi TNI yang main hakim sendiri tersebut, Ariel Heryanto menyindir bahwa pembubaran Ormas/lembaga tanpa proses pengadilan mirip dengan rezim pada 1966 dan 1998.
"Bubarkan? Tanpa proses pengadilan? Kog kayak 1966 dan 1998?," ujar Ariel Heryanto dalam akun Twitternya, sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com pada Sabtu, 21 November 2020.
Bubarkan? Tanpa proses pengadilan? Kog kayak 1966 dan 1998?
Bubar satu, bisa tumbuh seratus dengan nama dan seragam berbeda, entah resmi atau tak-terlembaga, bila yang membubarkan abai: asal-usul berdiri FPI dulu bagaimana? Siapa pemrakarsanya? Siapa pelindungnya? https://t.co/ETcTyfB2hx— Ariel Heryanto (@ariel_heryanto) November 21, 2020
Profesor Emeritus dari Universitas Monash Australia tersebut menyampaikan, pembubaran ormas/lembaga tanpa proses pengadilan justru akan melahirkan ormas/lembaga baru.
"Bubar satu, bisa tumbuh seratus dengan nama dan seragam berbeda, entah resmi atau tak-terlembaga, bila yang membubarkan abai: asal-usul beridiri FPI dulu bagaimana? Siapa pemrakarsanya? Siapa pelindungnya?," kata Ariel Heryanto.
Baca Juga: Bantah Pendapat Fadli Zon, Ferdinand Hutahaean: TNI Boleh Berpolitik untuk Kepentingan Negara
Sebagai informasi, penertiban pemasangan baliho yang melanggar hukum adalah wewenang Satpol PP bukan TNI. Ariel Haryanto menilai, TNI tidak punya wewenang untuk masuk mengurusi urusan sipil.
Sebagaimana diketahui, sejumlah baliho yang dipasang FPI dan simpatisan Habib Rizieq tersebut dinilai mengandung konten dengan kalimat kontroversi.
Dudung menilai, beberapa baliho Habib Rizieq ditemukan mengandung kalimat provokatif dan ajakan revolusi.
Perwira tinggi itu menyampaikan telah memberi perintah kepada anggota Kodam Jaya untuk menertibkan spanduk dan baliho ajakan provokatif.
Baca Juga: TNI Turun Langsung 'Hadapi' Habib Rizieq, Hamdan Zoelva: Menakutkan, Keadaan Negara Sudah Genting