Dianggap Ampuh, KPAI Dorong Pemerintah untuk Lakukan Pemetaan Masalah Terkait PJJ

29 Agustus 2020, 16:17 WIB
Ilustrasi pembelajaran jarak jauh (PJJ). /PIXABAY/Alexandra Koch

PR BEKASI - Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dinilai menjadi solusi ampuh untuk menjembati proses pembelajaran yang tersempat terganggu selama pandemi COVD-19.

Namun, dalam praktiknya PJJ juga mengalami permasalahan.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendorong pemerintah, terutama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk memetakan permasalahan yang dihadapi masyarakat saat melakukan pembelajaran jarak jauh (PJJ) selama pandemi COVID-19.

Baca Juga: Menyentuh, Selain Chris Evans, Aktor Marvel Lainnya Lepas Kepergian Chadwick Boseman

"Jadi semestinya masalah dipetakan dulu, berapa Giga yang diperlukan (untuk PJJ daring). Berapa persen siswa atau guru yang butuh kuota dan berapa persen siswa atau guru yang butuh bantuan lain," kata Komisioner Bidang Pendidikan KPAI Retno Listyarti pada Sabtu, 29 Agustus 2020, seperti dinukil PikiranRakyat-Bekasi.com dari Antara.

KPAI mengapresiasi keputusan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) untuk membantu PJJ secara daring dengan mengalokasikan anggaran sebesar Rp7,2 triliun untuk subsidi pulsa dan kuota internet bagi guru, dosen, siswa dan mahasiswa untuk 4 bulan ke depan.

Bantuan berupa bantuan pulsa dan paket kuota paling tidak dapat mengatasi salah satu masalah atau kendala yang dihadapi siswa atau guru selama mengikuti PJJ.

Baca Juga: Umuh Muchtar Ungkap Keinginannya Datangkan Lionel Messi ke Persib, Warganet: Halu

Namun, perlu diperhatikan permasalahan terkait PJJ sejak awal pandemi bukan hanya masalah mahalnya tarif paket data, tetapi juga masalah ketiadaan gawai atau laptop dan akses internet yang terkendala di sejumlah daerah.

Ia mengatakan anggaran Rp7,2 triliun yang dialokasikan hanya untuk pemberian kuota internet mengundang pertanyaan bagi banyak pihak karena hanya menyelesaikan satu kendala.

Bantuan kuota tersebut, katanya, hanya ditujukan untuk anak-anak yang memiliki gawai dan akses sinyal yang tidak terkendala di wilayahnya.

Baca Juga: Resmi Jadi Obat Binaan, Profesor Harvard University Ungkap Dampak Penggunaan Ganja

Bagi anak-anak miskin dan anak-anak di pelosok yang tidak punya gawai dan susah sinyal, maka bantuan itu tidak bisa mereka nikmati.

Kelompok tersebut hanya bisa dilayani secara luring, tetapi bantuan pemerintah untuk luring, katanya, tidak ada, sehingga anak-anak tersebut dinilai tak mendapatkan bantuan selama PJJ berlangsung.

Untuk itu, KPAI, katanya, mendorong pemerintah untuk memetakan permasalahan terlebih dahulu sehingga pemerintah dapat memberikan bantuan yang dibutuhkan secara merata dan adil.

Baca Juga: Dinilai Berdedikasi Tinggi, Bupati Bekasi Dianugerahi Lancana Darma Bakti

"Semestinya masalah dipetakan dulu. Dan padahal, jika data-data itu diminta ke semua sekolah, hanya dalam 3 hari saja bisa tersedia. Mengapa data tersebut tidak ada di Kemdikbud dan Dinas-dinas Pendidikan Daerah. Padahal sangat mudah mendapatkannya," ujarnya.

Cukup dengan melakukan rapat koordinasi secara daring, pemerintah, menurutnya, sudah dapat berkoordinasi secara daring dengan para pemangku kepentingan terkait secara berjenjang sehingga dapat menjaring masalah yang ada dan segera mencarikan solusinya.

Sementara itu, ia juga mengatakan bahwa layanan pembelajaran luar jaringan (luring) juga membutuhkan dukungan anggaran dari pemerintah.

Baca Juga: Pemerintah Tetapkan Subsidi Pulsa Rp9 Triliun, Wakil Ketua Komisi X DPR: Harus Tepat Sasaran

"Jadi kalau ada pemetaan masalah dan kebutuhan yang jelas, maka anggaran tersebut bisa dialokasikan untuk membantu membeli gadget bagi siswa atau guru yang tidak memiliki.-

Pasang alat penguat sinyal di daerah-daerah yang susah sinyal, dukungan transportasi untuk para guru kunjung dan dukungan penyiapan infrastruktur sekolah dalam menghadapi pembelajaran tatap muka," demikian kata Retno.***

Editor: Ikbal Tawakal

Sumber: Permenpan RB

Tags

Terkini

Terpopuler