Antisipasi Potensi Tsunami 20 Meter, UGM Kembangkan Sistem Deteksi Gempa 3 Hari Sebelumnya

1 Oktober 2020, 20:46 WIB
Alat tersebut mampu mendeteksi dan memberikan peringatan gempa. /Antara

PR BEKASI - Kabar tentang potensi mega tsunami di jalur selatan Pulau Jawa terus menjadi buah bibir bagi masyarakat Indonesia.

Tsunami tidak serta-merta terjadi begitu juga, terdapat beberapa syarat agar bencana alam mungkin bisa terjadi.

Syarat tersebut tentu saja berupa gempa, kedalaman gempa harus kurang dari 70 Km, pusat gempa di dasar laut, besaran gempa lebih dari 7 SR, dan patahan berupa patahan lempeng naik-turun atau vertikal.

Baca Juga: Jaksa Agung Diisukan Akan Diganti Akibat Djoko Tjandra, Pengamat: Cerminan Rusaknya Penegakan Hukum 

Terkait hal tersebut, saat ini tim peneliti dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta tengah mengembangkan early warning system (EWS) atau sistem peringatan dini gempa bumi.

Alat tersebut mampu mendeteksi dan memberikan peringatan gempa, bahkan diklaim dapat memprediksi terjadinya gempa bumi dari satu hingga tiga hari sebelumnya.

Sistem peringatan dini gempa tersebut dikembangkan berdasarkan perbedaan konsentrasi gas radon dan level air tanah yang merupakan anomali alam sebelum terjadinya gempa bumi.

Sebelum terjadi gempa bumi akan muncul fenomena paparan gas radon alam dari tanah yang meningkat signifikan, diikuti naik turunnya permukaan air tanah secara signifikan.

Baca Juga: Kasus Covid-19 di Jabar Tembus Angka 22.000, Pemprov Galakkan Lagi Gerakan 3M 

Sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Antara, Kamis, 1 Oktober, 2020, dua gejala tersebut akan dideteksi oleh alat yang segera terhubung dengan ponsel tim.

Informasi yang didapat itulah seperti yang dijelaskan koordinator lapangan riset laboratorium Sistem Sensor dan Telekontrol Teknik Fisika dan Teknik Nuklir (SSTK) UGM Rony Wijaya yang dijadikan panduan akan terjadinya gempa bumi dalam dua hingga tiga hari mendatang.

"Itu kemudian biasanya dia naik naik naik dan seterusnya, setelah dia mulai punya tren turun, nah itu kemudian, di satu sampai tiga hari ke depan itu, akan terdeteksi sebagai awal gempa, jadi semuanya terjadi setelah 24 jam dia mulai turun kemudian bisa satu hari sampai tiga hari ke depan," ucap Rony.

Sistem yang bekerja terdiri dari sejumlah komponen, seperti alat EWS, detektor perubahan level air tanah dan gas radon serta memanfaatkan teknologi Internet of Think (IoT)

Baca Juga: Penjual Es Tebu di Kudus Ditangkap Densus 88, Ketua RT: Dia Selalu Beralasan Ketika Didata 

Ada lima stasiun pantau yang tersebar di DIY, yang setiap lima detik mengirim data ke server melalui IoT dan seandainya terpasang di antara aceh hingga NTT, Rony menyebut dapat memperkirakan gempa secara lebih tepat lagi.

Untuk diketahui, menurut laman resmi Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), sepanjang tahun 2019, terdapat puluhan gempa yang terjadi di seluruh Indonesia.

Berikut adalah alasan, mengapa Indonesia termasuk salah satu negara rawan gempa:

Baca Juga: Minta Maaf ke El Barack, Jessica Iskandar: Mama Janji Jadi Ibu yang Lebih Bertanggung Jawab 

1. Indonesia terletak di wilayah cincin api pasifik.

2. Indonesia berada di pertemuan 3 lempeng bumi.

3. Indonesia berlokasi di Alpine Belt.

4. Gempa bumi dipengaruhi aktivitas gunung berapi.

5. Terletak di batas konvergen lempeng Sunda dan lempeng Indo-Australia.

6. Selain disebabkan oleh alam, gempa juga bisa dipicu oleh ulah manusia.

7. Berkurangnya air tanah dan kepadatan tanah juga bisa memicu gempa.***

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: Permenpan RB

Tags

Terkini

Terpopuler