Ini Hukuman Seseorang yang Sering Doakan Hal Buruk bagi Orang Lain, Menurut Imam Al-Ghazali

20 November 2020, 21:51 WIB
Ilustrasi berdoa. /Pixabay

PR BEKASI - Terkadang dalam kehidupan sehari-hari ada saja orang yang berbuat jahat atau tidak adil kepada kita, membuat kita kecewa, marah, bahkan sakit hati.

Di tengah perasaan yang berkecambuk kita sering mendoakan keburukan atau kebinasaan atas diri mereka.

Tak jarang pula kita lihat di berita, oknum politikus, artis, maupun pejabat yang khilaf mendoakan lawannya dengan keburukan.

Lantas bagaimana kita selaku ummat Nabi Muhammad SAW menyikapinya, dikutip dari laman Nahdatul Ulama (NU) Online, Alhafiz Kurniawan menjawab:

Baca Juga: Bahaya Banget! Polisi Ungkap 2,5 Ton Sarung Tangan Bekas, Sudah Beredar di Jakarta dan Surabaya 

Lewat karya Ulama besar sekaligus filsuf Imam Al-Ghazali, ia mengungkap bahwa Imam Al-Ghazali adalah salah seorang ulama yang sangat memberikan perhatian besar terhadap seseorang yang mendoakan atau mengharapkan kebinasaan atau keburukan atas diri orang lain. Imam Al-Ghazali membahas masalah ini setidaknya pada dua karyanya.

Mendoakan hal yang tidak baik, kata Imam Al-Ghazali, adalah perbuatan tercela dalam syariat Islam sebagaimana keterangannya pada Kitab Ihya Ulumiddin berikut ini:

ويقرب من اللعن الدعاء على الإنسان بالشر حتى الدعاء على الظالم كقول الإنسان مثلا لَا صَحَّحَ اللَّهُ جِسْمَهُ وَلَا سَلَّمَهُ اللَّهُ وما يجري مجراه فإن ذلك مذموم وفي الخبر إن المظلوم ليدعو على الظالم حتى يكافئه ثم يبقى للظالم عنده فضلة يوم القيامة

Baca Juga: Satgas Penanganan Covid-19: 77 Orang dari Klaster Petamburan dan Megamendung Positif Covid-19 

Artinya, “Dekat dengan laknat adalah mendoakan keburukan untuk orang, termasuk mendoakan orang yang berbuat zalim, seperti doa seseorang, ‘Semoga Allah tidak menyehatkan badannya,’ ‘Semoga Allah tidak memberikan keselamatan untuknya,’ atau doa keburukan sejenisnya karena semua itu adalah perbuatan tercela. Dalam hadist disebutkan, ‘Sungguh, orang yang teraniaya mendoakan keburukan untuk orang yang menganiaya sampai lunas terbayar, tetapi yang tersisa kemudian adalah kelebihan hak orang yang berbuat aniaya atas orang yang teraniaya pada hari kiamat,’” (Abu Hamid Al-Ghazali, Ihya’i Ulumiddin, [Kairo, Darus Syi‘ib: tanpa catatan tahun], juz IX, halaman 1569).

Imam Al-Ghazali mengkhawatirkan doa yang kita ucapkan telah melewati batas.

Terlebih lagi, doa orang yang teraniaya diterima doa-nya oleh Allah SWT. Karena melewati batas kezaliman penganiayanya, orang yang awalnya terzalimi melalui doanya yang berlebihan berubah status menjadi orang yang zalim terhadap mereka yang semula menzaliminya.

Baca Juga: Ajak Dunia Maknai Kebangkitan Tiongkok, Megawati Ungkap Indonesia-Tiongkok Miliki Takdir yang Sama 

Lalu lewat karyanya yang lain Kitab Bidayatul Hidayah, Imam Al-Ghazali mengingatkan hal serupa.

Penganiayaan dan kezaliman oleh siapa pun dan melalui apa pun (doa misalnya) adalah tindakan terlarang dalam Islam meski dilakukan oleh orang yang semula terzalimi dan teraniaya.

Tindakan adil adalah tuntutan terhadap umat Islam dalam bersikap meski dalam kondisi marah dan kecewa. Mendoakan kebinasaan atas diri orang lain yang melampaui batas adalah bentuk kezaliman baru terlebih penganiayaan dan kezaliman yang dimaksud masih bersifat asumsi dan dugaan semata.***

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: NU Online

Tags

Terkini

Terpopuler