Jam Kerja Panjang Dapat Bunuh Ratusan Pekerja tiap Tahun, Begini Penjelasan WHO

- 17 Mei 2021, 10:50 WIB
WHO dalam studi terbarunya mengatakan bekerja dengan jam kerja yang panjang ternyata dapat membunuh ratusan ribu orang setiap tahun.
WHO dalam studi terbarunya mengatakan bekerja dengan jam kerja yang panjang ternyata dapat membunuh ratusan ribu orang setiap tahun. /REUTERS/Athar Hussain/

PR BEKASI – Bekerja dengan jam kerja yang panjang ternyata dapat membunuh ratusan ribu orang setiap tahun.

Apalagi, saat ini tren tersebut sedang memburuk dan dapat semakin meningkat karena pandemi Covid-19.

Hal tersebut dikatakan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Senin, 17 Mei 2021 berdasarkan studi global pertama tentang hilangnya nyawa terkait dengan jam kerja yang lebih panjang, yang tertuang dalam makalah di jurnal Environment International.

Hasil studi tersebut menunjukkan pada 2016 sebanyak 745.000 orang diketahui telah meninggal dunia karena terkena penyakit stroke dan jatung yang diakibatkan oleh jam kerja yang panjang.

Baca Juga: Soroti Kondisi Pandemi Covid-19 di India, WHO Sebut Jika Lengah Bisa Terjadi di Sejumlah Negara

Direktur Departemen Lingkungan, Perubahan Iklim dan Kesehatan WHO, Maria Neira mengatakan angka tersebut meningkat hampir 30 persen sejak tahun 2000.

"Bekerja 55 jam atau lebih per minggu merupakan bahaya kesehatan yang serius," katanya, dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Reuters.

Menurutnyam studi global tersebut dilakukan untuk memberikan perlindungan terhadap para pekerja.

"Yang ingin kami lakukan dengan informasi ini adalah mempromosikan lebih banyak tindakan, lebih banyak perlindungan terhadap pekerja," katanya.

Baca Juga: Kewalahan Tangani Lonjakan Kasus Covid-19, WHO: Situasi di India Sangat Memilukan 

Studi bersama, yang dihasilkan oleh WHO dan Organisasi Perburuhan Internasional, menunjukkan bahwa sebagian besar korban (72 persen) adalah laki-laki dan berusia paruh baya atau lebih.

Seringkali, kematian terjadi jauh di kemudian hari, kadang-kadang beberapa dekade kemudian, daripada saat masih bekerja.

Itu juga menunjukkan bahwa orang yang tinggal di Asia Tenggara dan wilayah Pasifik yang mencakup China, Jepang dan Australia adalah yang paling terpengaruh.

Secara keseluruhan, penelitian yang mengambil data dari 194 negara tersebut mengatakan bahwa bekerja 55 jam atau lebih seminggu dikaitkan dengan risiko stroke 35 persen lebih tinggi.

Baca Juga: WHO: Pandemi Covid-19 Belum Dapat Berakhir Dalam Waktu Dekat

Selain itu, risiko kematian akibat penyakit jantung iskemik 17 persen lebih tinggi juga dibandingkan dengan 35-40 jam kerja per pekan.

Studi tersebut mencakup periode 2000-2016, dan tidak termasuk pandemi Covid-19, tetapi pejabat WHO mengatakan lonjakan pekerja jarak jauh dan perlambatan ekonomi global akibat darurat Covid-19 mungkin telah meningkatkan risiko.

"Pandemi mempercepat perkembangan yang dapat mendorong tren peningkatan waktu kerja," kata WHO, memperkirakan bahwa setidaknya 9 persen orang bekerja dengan jam kerja yang panjang.

Staf WHO, termasuk ketuanya Tedros Adhanom Ghebreyesus, mengatakan mereka telah bekerja berjam-jam selama pandemi.

Baca Juga: Sebut Pandemi Covid-19 Belum Selesai, Dirjen WHO: Kita Miliki Banyak Alasan untuk Optimis 

Sementara itu, Maria Neira mengatakan badan PBB akan berusaha memperbaiki kebijakannya sehubungan dengan penelitian tersebut.

Petugas teknis WHO Frank Pega mengatakan, am kerja yang dibatasi akan bermanfaat bagi pengusaha karena telah terbukti meningkatkan produktivitas pekerja,

"Ini benar-benar pilihan cerdas untuk tidak menambah jam kerja panjang dalam krisis ekonomi." katanya.***

Editor: Ikbal Tawakal

Sumber: REUTERS


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x