Sejarah Kurban Pertama Manusia Ternyata Bukan dari Kisah Nabi Ismail

- 20 Juli 2021, 22:52 WIB
Konflik anak Nabi Adam, Qabil dan Habil, ternyata asal muasal sejarah kurban pertama tapi dalam arti yang tidak baik.
Konflik anak Nabi Adam, Qabil dan Habil, ternyata asal muasal sejarah kurban pertama tapi dalam arti yang tidak baik. /Pixabay/skitterphoto/Pixabay

PR BEKASI - Sejarah pertama kalinya anak manusia mempersembahkan kurban terjadi pada putra Nabi Adam, mereka adalah Qabil dan Habil.

Meski berbeda dengan Kisah Nabi Ibrahim yang mengorbankan Nabi Ismail atas perintah Allah SWT.

Akan tetapi, terkait syariat diperintahkannya berkurban baru ada ketika Nabi Ismail dikurbankan oleh Nabi Ibrahim.

Baca Juga: Kapan Waktu Terbaik Menyembelih Hewan Kurban Idul Adha 1442 Hijriyah Menurut Syariat Islam? Ini Jawaban Ulama 

Qabil dan Habil pada saat itu disuruh berkurban oleh Nabi Adam untuk mempersembahkan kurban dan keduanya pun melaksanakannya.

Kisah Qabil dan Habil tersebut pun lantas diabadikan dalam Alquran surah Al-Ma’idah (5) ayat ke-27.

Artinya: “Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): "Aku pasti membunuhmu!". Berkata Habil: "Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Ma’idah [5]: 27)

Berkaitan dengan ayat di atas, Imam Al-Qurthubi (w. 1273 M) dalam Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an (juz 7, hal. 409) mengungkapkan, bahwa setiap Siti Hawa melahirkan, maka yang keluar adalah dua bayi.

Baca Juga: Syarat Hewan Kurban Idul Adha 1442 Hijriyah yang Sah Menurut Syariat Agama Islam 

Bayi tersebut yakni satu perempuan dan satunya laki-laki. Kedua bayi itu bisa kita sebut sebagai ‘saudara satu kandungan’.

Akan tetapi, memang pernah satu kali Siti Hawa melahirkan anak tunggal (bukan berpasangan), dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari situs NU.

Yakni ketika melahirkan Nabi Syits, yang lahir menggantikan Habil karena dibunuh saudaranya sendiri, Qabil.

Qabil sendiri lahir bersama dengan saudari satu kandung yang bernama Iqlima. Konon, Iqlima terlahir sebagai wanita yang cantik berseri.

Baca Juga: Sandiaga Uno Bagikan 1.000 Hewan Kurban ke 17 Provinsi: Kita Sedang Prihatin, Tapi Semangat Jangan Surut 

Sementara Habil lahir dengan saudari kandungan yang bernama Labuda. Paras Labuda tidak secantik Iqlima.

Sesuai dengan aturan yang berlaku, maka Qabil harus menikah dengan Labuda.

Sementara Habil menikahi Iqlima dan secara jelas bahwa aturannya tidak boleh menikahi saudara satu kandungnya.

Melihat ketentuan yang demikian itu, Qabil tidak terima. Ia pun hanya mau menikahi saudari satu kandungnya, Iqlima, yang memiliki paras cantik berseri.

Baca Juga: Sandiaga Uno Bagikan 1.000 Hewan Kurban ke 17 Provinsi: Kita Sedang Prihatin, Tapi Semangat Jangan Surut 

Mengungkapkan rasa tidak terimanya itu, Qabil berkata yang artinya, “Saya lebih berhak untuk Iqlima. Dan Habil pun lebih berhak dengan saudari perempuan sekandungnya. Ketentuan ini sebenarnya bukan dari Allah, melainkan hanya akal-akalanmu (Adam) saja!” (lihat al-Razi, Mafatih al-Ghaib, juz 11, hal. 204)

Singkat cerita tersebut, Nabi Adam pun akhirnya memerintahkan kedua putranya (Qabil dan Habil) untuk berkurban.

Maka, pada nantinya dengan kurban mereka itu, barang siapa yang kurbannya diterima oleh Allah SWT, dia lah yang lebih berhak atas ketentuan tadi.

Baca Juga: Ria Ricis Kurban Sapi Limosin Seberat 1 Ton: Buat Allah, Berapa pun Itu Enggak Perhitungan 

Dalam Mafatih al-Ghaib, Syekh Fakhruddin al-Razi (w. 1210 M) menjelaskan, jika kurban mereka diterima, maka persembahan kurbannya akan disambar oleh api yang turun dari langit sebagaimana pendapat mayoritas ahli tafsir. (lihat al-Razi, Mafatih al-Ghaib, juz 11, hal. 205)

Qabil yang berprofesi sebagai petani, mempersembahkan kurbannya berupa hasil bumi miliknya. Hanya saja, hasil bumi yang dikeluarkannya begitu buruk.

Sementara Habil yang berprofesi sebagai peternak, mempersembahkan kurbannya berupa seekor kambing.

Jika Qabil berkurban dengan hasil tanaman yang buruk, maka Habil berkurban dengan seekor kambing pilihan terbaik miliknya.

Baca Juga: Resep Gulai Kambing Tanpa Bau Amis, Salah Satu Masakan Olahan Daging Kurban yang Dijamin Buat Lidah Tergiur 

Dari persembahan yang dikeluarkan masing-masing Qabil dan Habil, Nabi Adam bisa menilai, mana yang benar-benar ikhlas dan mana yang tidak.

Tentu, Habil-lah yang tampak ikhlas karena berkurban dengan kambing pilihan terbaik miliknya. Bukan Qabil yang dengan tanaman buruk hasil panennya.

Ini juga mengindikasikan bahwa Qabil bukanlah seorang yang bertakwa dan taat kepada Allah SWT.

Benar saja, api turun dari langit dan menyambar kambing milik Habil. Sementara tanaman persembahan milik Qabil tidak.

Baca Juga: Tak ‘Pamer’ Hewan Kurban di Media Sosial, Cita Citata: Situasi Sedang Krisis 

Artinya, kurban Habil diterima, sedangkan Qabil tidak.

Menyadari hal ini, Qabil pun tidak terima dan merasa iri dengan Habil. Dengan emosi, Qabil mengambil batu besar dan memukulkannya ke kepala Habil sampai meninggal.

Syekh Fakhruddin al-Razi menjelaskan yang artinya, “Allah ta’ala menerima kurban Habil dengan menurunkan api untuk menyambar kurban milik Habil. Kemudian Qabil membunuhnya karena merasa dengki.” (lihat al-Razi, Mafatih al-Ghaib, juz 11, hal. 204)

Baca Juga: Raffi Ahmad Kurban 20 Sapi dan 20 Kambing: Alhamdulillah Rezekinya Ada, Insyaallah Berkah untuk Banyak Orang 

Hikmah dan Renungan

Pertama, ayat tersebut memiliki keterkaitan dengan ayat sebelumnya (QS. Al-Maidah (5): 26) yang menjelaskan tentang Bani Israil (Yahudi) yang membangkang kepada Nabi Musa.

Hikmahnya adalah pembahasan QS. Al-Maidah (5): 27 memberitahu kita bahwa karakter Bani Israil adalah zalim sebagaimana kezaliman Qabil terhadap saudaranya, Habil.

Hal ini juga sekaligus dalam rangka menenangkan Nabi Muhammad saw, bahwa orang Yahudi yang kejam terhadapnya, juga sama seperti Yahudi sejak dulu yang membunuh nabi-nabinya, sebagaimana kejamnya Qabil membunuh Habil.

Artinya, bukan Nabi Muhammad saja yang ditindas oleh Yahudi, nabi-nabi sebelumnya pun demikian, bahkan sampai dibunuh. (lihat al-Qurtubi, Al-Jami’ li Ahkam al-Qur'an, juz, 7, hal. 408)

Baca Juga: Kurban Sapi Limosin, Andre Taulany Pilih Tak Bagikan ke Tetangga Rumahnya: Saya Mau Kasih ke Tempat Terpencil 

Kedua, ayat ini juga berkaitan dengan ayat sebelumnya (QS. Al-Maidah [5]: 18), dengan penegasan bahwa orang-orang Yahudi dan Nasrani yang mengaku sebagai keturunan nabi-nabi, nasab itu tidak ada manfaatnya jika tidak taat kepada Allah swt.

Sebagaimana Qabil yang merupakan anak Nabi Adam. Meskipun Qabil anak seorang nabi, tapi nasabnya tidak ada nilainya karena kezaliman yang diperbuatnya. (lihat al-Razi, Mafatih al-Ghaib, juz 11, hal. 203)

Pesan moral poin kedua ini menegaskan, bahwa nasab bukanlah penentu keberhasilan seseorang. Semua kembali pada pribadi masing-masing.

Dalam kisah lain, kita juga tahu seorang anak yang bernama Kan'an tidak mau beriman kepada Allah.

Padahal ia adalah anak Nabi Nuh as. Akhirnya, Kan’an diazab oleh Allah bersama umat-umat Nabi Nuh yang durhaka lainnya.***

 

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: NU


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x