Bung Tomo dibesarkan di rumah yang sangat menghargai pendidikan. Ia berbicara dengan terus terang dan penuh semangat, ia juga suka bekerja keras untuk memperbaiki keadaan.
Baca Juga: Joe Biden Menangi Pilpres AS 2020, Guru Besar Unpad: Indonesia Andalan AS di Asia Tenggara
Pada usia 12 tahun, ketika ia terpaksa meninggalkan pendidikannya di MULO, Bung Tomo melakukan berbagai pekerjaan kecil-kecilan untuk mengatasi dampak depresi yang melanda dunia saat itu.
Diketahui, ia juga menyelesaikan pendidikan HBS-nya lewat korespondensi, tetapi tidak pernah resmi lulus.
Kemudian, ia bergabung dengan KBI (Kepanduan Bangsa Indonesia). Ia menegaskan bahwa filsafat kepanduan, ditambah dengan kesadaran nasionalis yang diperolehnya dari kelompok ini dan dari kakeknya, merupakan pengganti yang baik untuk pendidikan formalnya.
Pada usia 17 tahun, ia menjadi terkenal ketika berhasil menjadi orang kedua di Hindia Belanda yang mencapai peringkat Pandu Garuda. Sebelum pendudukan Jepang pada 1942, peringkat ini hanya dicapai oleh tiga orang Indonesia.
Baca Juga: Ade Londok Banyak Tuai Kritik, Teddy Gusnaidi: Bukan Maling, Dia Hanya Ingin Menghibur
Bung Tomo pernah menjadi seorang jurnalis yang sukses, ia juga bergabung dengan sejumlah kelompok politik dan sosial.
Pada 1944, ia terpilih untuk menjadi anggota Gerakan Rakyat Baru yang disponsori Jepang, hampir tak seorang pun yang mengenal dia.
Namun, semua ini dipersiapkan Bung Tomo untuk peranannya yang sangat penting, ketika pada Oktober dan November 1945, ia menjadi salah satu pemimpin yang menggerakkan dan membangkitkan semangat rakyat Surabaya