"Sudah jelas amanah UU 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan bahwa materi muatan Peraturan Pemerintah berisi materi untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya. Jadi tidak boleh terdapat pengaturan di Peraturan Pemerintah yang bertentangan dengan pengaturan di Undang-undang," katanya.
Diketahui, 5G atau Fifth Generation (generasi kelima) adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menyebut generasi kelima sebagai fase berikutnya dari standar telekomunikasi seluler 4G.
Baca Juga: Sempat Macet, Lalin Jalan S Parman Kini Terpantau Ramai Lancar Usai Massa FPI Membubarkan Diri
5G merupakan salah satu topik pembahasan yang menarik saat dilaksanakannya rapat Panja UU Cipta Kerja antara DPR dan pemerintah.
Ketersediaan frekuensi radio untuk 5G sangat terbatas, sehingga pemerintah perlu mencarikan payung hukum penggunaan spektrum frekuensi radio untuk 5G.
Oleh karena itu, pemerintah memasukkan kerjasama penggunaan spektrum frekuensi untuk layanan 5G dalam UU Cipta Kerja agar nantinya penerapan 5G memiliki payung hukum.
Baca Juga: Polisi Minta Massa FPI Tak Nyalakan Petasan dalam Acara Menyambut Habib Rizieq Shihab
Dengan menerapkan kerjasama penggunaan spektrum frekuensi untuk teknologi baru diharapkan masyarakat bisa mendapatkan manfaat dan bangsa Indonesia dapat berkompetisi dengan bangsa lain dalam hal pemanfaatan teknologi termutakhir.
Sementara, dalam kesempatan yang berbeda Ketua Bidang Infrastruktur Broadband Nasional Masyarakat Telematika Indonesia (MASTEL) Nonot Harsono turut angkat bicara mengenai perdebatan mengenai apakah 4G, 4.5G dan 4.75G termasuk dalam teknologi baru.
Menurut mantan Komisioner BRTI periode 2009-2011 itu, sejatinya teknologi baru yang ada di UU Cipta Kerja adalah teknologi selular yang belum sama sekali dibangun di Indonesia.