Hasanuddin mengklaim sekadar mosi tidak percaya, tidak cukup untuk melengserkan seorang Presiden.
Baca Juga: Erick Thohir Ingin Rekrut 1.000 Milenial Papua, Pemprov: Kami Dukung Program Ini
Menurut Hasanuddin mosi tidak percaya, efektif jika Indonesia menganut sistem parlementer. Akan tetapi, Indonesia menganut sistem presidensial.
Pula komposisi pendukung Jokowi di parlemen. Mayoritas fraksi di DPR merupakan pendukung pemerintah. Selain itu, kata Hasanuddin, mekanisme pemakzulan Presiden sangat sulit.
Selain itu, memang telah beredar informasi ketidakpuasan PDIP terhadap Jokowi terkait masalah peran pengelolaan pemerintah.
Baca Juga: Dikenal Dekat dengan Trump, Arab Saudi Beri Selamat Pada Joe Biden Atas Kemenangan di Pemilu AS
Menurut hasil analisa Wempy Hadir selaku Direktur Eksekutif Indopolling Network menyatakan bahwa meski menjadi partai pemenang dan penopang utama pemenangan Joko Widodo (Jokowi) sebagai presiden, PDIP tidak mendapatkan peran strategis untuk mengelola kekuasaan.
Menurutnya, selama ini Jokowi lebih memberikan peran lebih pada orang-orangnya yang berada di luar PDIP seperti Luhut Binsar Pandjaitan dan Erick Thohir.
Ditambah, ungkapan dari seorang politisi PDIP Darmadi Durianto terkait adanya kudeta merangkak yang dilakukan terhadap Jokowi adalah ekspresi manuver politik yang menambah kecurigaan Wempy.
Baca Juga: Isu Masyumi Reborn Muncul, Mahfud MD Getol Beri Penjelasan Melalui Akun Media Sosial Miliknya
“Pernyataan itu (Darmadi soal kudeta merangkak) bagian dari manuver untuk membangun kompromi politik agar ada keseimbangan kekuasaan (demi) menegur Jokowi untuk tahu, karena tanpa PDIP tidak mungkin dia jadi Presiden,” kata Wempy.
Oleh karena itu, Informasi ini masuk kategori hoaks jenis misleading content (konten menyesatkan). Misleading terjadi akibat sebuah konten dibentuk dengan nuansa pelintiran untuk menjelekkan seseorang maupun kelompok.