Gegara Pandemi Covid-19, Sri Mulyani Sebut Ekonomi RI Kehilangan Rp1.356 Triliun

29 April 2021, 21:46 WIB
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati membeberkan kerugian yang dialami Indonesia selama pandemi Covid-19. /Instagram.com/@smindrawati

PR BEKASI - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan Indonesia alami kerugian akibat pandemi Covid-19 pada tahun lalu capai ribuan triliun.

RI kehilangan potensi keuangan capai Rp1.356 triliun atau 8.8 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Sri Mulyani menyatakan jumlah kerugian tersebut merupakan selisih realisasi PDB pada tahun lalu yaitu minus 2.07 persen dengan target pertumbuhan ekonomi dalam APBN 2020 sebesar 5.3 persen.

Hal itu disampaikan Sri Mulyani dalam Rakorbangpus 2021 di Jakarta, Kamis, 29 April 2021.

Baca Juga: Kaya Jenis Pisang, Balitbang Siap Kembangkan Komoditas Pisang sebagai Unggulan Ekspor

"Kita estimasikan dari hilangnya kesempatan kita untuk meraih pertumbuhan ekonomi 2020 sebelum Covid-19 ditargetkan 5.3 persen dan berakhir dengan minus 2 persen maka nilai kerugian yang hilang diestimasi Rp1.356 triliun atau 8.8 persen dari PDB 2020," ujarnya, dikutip PikiranRakyat-Bekasi.com dari Antara.

Sri Mulyani menuturkan kerugian Rp1.356 triliun terjadi karena terdapat pembiayaan untuk penanganan pandemi Covid-19 yang sedang melanda Indonesia.

Kerugian tersebut menyebabkan penurunan pada PDB dan tekanan terhadap APBN baik dari sisi pendapatan, belanja, serta pembiayaan.

Ia mengatakan respon fiskal dalam menghadapi pandemi Covid-19 pada tahun lalu terlihat dari belanja negara yang meningkat hingga Rp284.2 triliun atau 12.3 persen (yoy).

Baca Juga: Sebaiknya segera Berhenti Konsumsi 5 Minuman Ini, Bisa Sebabkan Dehidrasi saat Berpuasa

Kemudian juga realisasi program pemulihan ekonomi nasional (PEN) 2020 sebesar Rp579.8 triliun yang menjadi salah satu faktor belanja negara tahun lalu mencapai Rp2.589.9 triliun.

Selanjutnya, utang neto turut meningkat Rp1.226.8 triliun atau 7,8 persen dari PDB 2020 dan beban bunga utang juga meningkat Rp38.6 triliun dari total Rp314.1 triliun atau 2 persen dari PDB.

Di sisi lain, pendapatan negara tahun lalu terkontraksi 16 persen dengan realisasi turun mencapai Rp312.8 triliun sedangkan untuk penerimaan perpajakan sendiri terkontraksi hingga 16.9 persen (yoy).

"APBN sebagai instrumen utama yang melakukan countercyclical agar tidak merosot ke bawah," ujar Menkeu.

Baca Juga: Tak Mau Kalah Saing dengan Pekerja Asing, Pemkab Bekasi Galakan Sertifikasi Para Tukang

Ia melanjutkan, berbagai hal itu menyebabkan defisit Indonesia melebar hingga 6,1 persen namun masih relatif moderat dibanding negara-negara lain dan mampu memberikan daya dorong cukup besar terhadap ekonomi.

Meski demikian, Sri Mulyani memastikan pemberian stimulus dan defisit fiskal ke depan akan tetap dikendalikan untuk menjaga tingkat utang yang aman serta fiskal yang sehat.

"Indonesia perlu terus menjaga dan mengelola APBN untuk kembali sehat dan kita tahu APBN masih kembali diperlukan untuk memulihkan ekonomi." ungkapnya.***

Editor: Ikbal Tawakal

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler