Di Hadapan IMF, Gubernur BI Bongkar Strategi Bauran Indonesia Hadapi Covid-19

14 Oktober 2020, 19:25 WIB
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo. /ANTARA

PR BEKASI – Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo membahas terkait bauran kebijakan yang bisa diterapkan oleh negara berkembang dalam menghadapi krisis akibat pandemi COVID-19.

Hal tersebut ia sampaikan dalam forum Pertemuan Tahunan Dana Moneter Internasional (IMF) 2020 yang dilakukan secara virtual.

“Inovasi kami dalam bauran kebijakan bank sentral sesuai dengan saat tekanan global yang belum terjadi sebelumnya kepada ekonomi kami dan harapannya bisa diimplementasikan di negara berkembang lainnya,” kata Perry Warjiyo dalam sesi Virtual Governor Talk di Jakarta, dikutip oleh Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Antara pada Rabu, 14 Oktober 2020.

Dipandu oleh Direktur Departemen Moneter dan Pasar Modal IMF Tobias Adrian, Gubernur BI menjelaskan, bauran kebijakan itu berkaitan dengan dua hal.

Baca Juga: Tanggapi Rilis Bank Dunia, Kemenkeu: Utang RI Relatif Kecil Dibanding Negara G-20 Lainnya 

Pertama, ketika menghadapi volatilitas nilai tukar dan aliran modal agar konsisten dengan target inflasi.

Untuk mengimplementasi target inflasi, menurutnya, jika hanya diatasi dengan kebijakan suku bunga, dinilai belum cukup.

“Berdasarkan pengalaman kami, melengkapi kebijakan suku bunga yang konsisten dengan target inflasi dengan intervensi nilai tukar dan manajemen aliran modal akan lebih sesuai bagi kebanyakan negara berkembang termasuk Indonesia,” katanya.

Menurutnya, di Indonesia tekanan nilai tukar berkaitan erat dengan aliran keluar masuk modal dari Indonesia mengingat kepemilikan surat berharga negara (SBN) pemerintah yang komposisinya sekira 30 hingga 40 persen oleh investor asing.

Baca Juga: Timnas U-19 vs Makedonia Utara, Beckham Putra: Kami Harus Selalu Fokus 

Sehingga, BI melakukan intervensi nilai tukar baik melalui spot, domestic non delivery forward (DNDF) atau transaksi derivatif valas terhadap rupiah dan membeli SBN yang dilepas investor asing di pasar sekunder.

“Ini lebih efektif dalam stabilitasi nilai tukar untuk tujuan stabilitas harga dan juga stabilitas SBN pemerintah untuk sistem keuangan,” katany.

Bauran kebijakan kedua, lanjutnya, berkaitan dengan kebijakan moneter untuk stabilitasi harga dan makroprudensial untuk stabilitas sistem keuangan.

Menurut Perry Warjiyo, di Indonesia perputaran keuangan lebih banyak berkaitan dengan kredit dan juga dengan komoditas, properti serta utang luar negeri.

Baca Juga: Mendapat Tekanan dari Rakyat pada Masa Pemerintahannya, Mahfud MD: SBY Menangis di Pesawat 

“Contohnya, ketika pandemi di mana keluar dana, kami intervensi FX Market, obligasi pemerintah, dan juga menurunkan suku bunga serta merelaksasi kebijakan makroprudensial,” kata Perry Warjiyo.

Perry mengungkapkan beberapa relaksasi dalam kebijakan makro prudesial yakni, menurunkan rasio loan to value (LTV) atau rasio antara nilai kredit terhadap nilai agunan atau memperketat rasio likuiditas financing to funding ratio (FFR).

“Ini juga membantu mengelola perputaran kredit. Dengan melakukan itu juga membantu mengelola permintaan agregat dan membantu respons kebijakan suku bunga dalam mencapai stabilitas harga,” kata Perry.***

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler