Kupas Tuntas Polemik UU Cipta Kerja, Ida Fauziyah: Beri Kami Waktu Ikhtiar, Kami Ingin yang Terbaik

- 15 Oktober 2020, 06:10 WIB
Sebelah kiri dr.tirta, di tengah Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, dan sebelah kanan Deddy Corbuzier.
Sebelah kiri dr.tirta, di tengah Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, dan sebelah kanan Deddy Corbuzier. /Instagram @dr.tirta

PR BEKASI – Pro dan kontra pembahasan UU Cipta Kerja membuat Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah terus menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi pada Undang-undang tersebut.

Dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari unggahan kanal YouTube Deddy Corbuzier pada 14 Oktober 2020, Ida Fauziyah menegaskan jika ketentuan-ketentuan yang ada di UU 13 tahun 2003 kemudian tidak ada di UU Cipta Kerja itu bukan berarti dihapus atau dihilangkan.

“Untuk teman-teman semua yang mendengarkan acara mas Deddy saya menjelaskan bahwa waktu kerja itu tetap diatur sebagaimana ketentuan Undang-undang 13 tahun 2003. Isinya 7 jam sehari atau 40 jam dalam 1 minggu dan untuk 6 hari kerja dalam 1 Minggu, kemudian 8 jam sehari atau 40 jam dalam 1 minggu dan untuk yang 5 hari kerja dalam 1 minggu,” ujar Ida

Baca Juga: Imbas La Nina, Menhub Siapkan Antisipasi Khusus di Sektor Perhubungan Udara dan Laut

Menurutnya, setelah melalui proses, banyak hal yang disepakati termasuk mempertahankan UU 13 tahun 2003.

“Ketentuan yang ada di UU 13 tahun 2003 sepanjang tidak dihapus, tidak diatur ulang di UU Cipta kerja maka ketentuannya tetap berlaku,” katanya

Lali, Apa bedanya UU 13 tahun 2003 dengan UU Cipta kerja?

Ida Fauziyah menjelaskan di Undang-undang Cipta Kerja menampung ketentuan tentang pekerjaan yang sifat dan kondisi nya tidak dapat sepenuhnya mengikuti ketentuan tersebut.

Baca Juga: Jokowi Ingin Reformasi Birokrasi, Menteri PANRAB: Ada 3 Elemen Strategis yang Harus Dipenuhi

Sehingga perlu diatur waktu kerja khusus, misalnya sektor ekonomi digital yang waktu kerjanya fleksibel atau ibu-ibu rumah tangga yang bekerja setelah menyelesaikan pekerjaan domestik.

Ia menegaskan UU Cipta Kerja tidak menghilangkan cuti haid, melahirkan, dan istirahat panjang yang telah diatur di UU ketenagakerjaan ketentuan itu tetap berlaku sebagaimana ketentuan di UU 13 tahun 2003.

Kemudian, Deddy Corbuzier menanyakan tentang upah pesangon yang diturunkan menjadi 25 kali dari yang sebelumnya 32.

Pemerintah memastikan bahwa pesangon betul-betul menjadi hak dan dapat diterima oleh pekerja. Namun  fakta di lapangan, Undang-undang 13 tahun 2003 tentang pesangon hanya 7% yang mengikuti ketentuan tersebut dan 27% yang membayar sesuai dengan kesepakatan tetapi di bawah ketentuan UU 13 tahun 2003. Sisanya tidak sedikit yang tidak dapat membayarkan.

Baca Juga: Bank Syariah Mandiri Siap Gabung dengan 2 Bank Syariah Lainnya untuk Indonesia

“Karena beberapa perusahaan tidak mampu mengikuti ketentuan UU 13 tahun 2003, makanya pemerintah menurunkan upah pesangon dengan adanya kepastian,” ujarnya.

Dari 25 kali,19 kalinya dibayar oleh pengusaha dan 6 kalinya dibayar melalui skema jaminan kehilangan pekerjaan.

Jaminan kehilangan pekerjaan ini adalah satu jaminan sosial ketenagakerjaan yang tidak mengurangi manfaat dari jaminan lainnya seperti jaminan kecelakaan, kematian, hari tua, dan jaminan pensiun.

Manfaat dari JKP ini bagi pekerja, tidak hanya berupa cash benefit selama 6 bulan, namun juga mendapatkan vocational training.

Baca Juga: Komentari Demo Tolak UU Ciptaker, Katon Bagaskara: Kenapa Konser Musik Dilarang tapi Demo Diizinkan?

“Beri pemerintah waktu ikhtiar, pemerintah ingin yang terbaik. Jadi, UU 13 tahun 2003 hal yang baik di UU tersebut dipertahankan, tetapi kita mengambil ketentuan-ketentuan baru yang lebih baik lagi makanya ada UU Cipta Kerja,” kata Ida Fauziyah.***

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: Podcast Deddy Corbuzier YouTube


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x