Pemimpin Sayap Kanan Prancis Usulkan Larangan Penggunaan Jilbab di Tempat Umum

31 Januari 2021, 09:27 WIB
Pemimpin partai sayap kanan Prancis, Marine Le Pen. /Twitter/@MLP_officiel

PR BEKASI - Pemimpin partai sayap kanan Prancis, Marine Le Pen, mengusulkan pelarangan penggunaan jilbab Muslim di semua tempat umum sebagai usaha dirinya untuk melambungkan popularitas di survei kandidat presiden baru-baru ini.

Kebijakan pelarangan jilbab, yang akan digugat ke pengadilan dan hampir pasti dianggap tidak konstitusional, membuat wanita berusia 52 tahun tersebut kembali membawa tema kampanye yang akrab dengan ideologi partainya untuk memenangkan Pemilu Prancis 2022.

"Saya menganggap jilbab adalah pakaian Islamis. Oleh karena itu harus ada undang-undang baru yang melarang ideologi Islam karena bersifat totaliter dan membunuh," kata Marine Le Pen, Jumat, 29 Januari 2021, dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Al Jazeera.

Baca Juga: Biksu Thailand Tuai Kecaman di Media Sosial Setelah Dukung Aborsi

Sejak mengambil alih partai sayap kanan utama Prancis dari ayahnya, Marine Le Pen telah mencalonkan diri dua kali untuk jabatan Presiden Prancis.

Namun pada pemilu terakhir di tahun 2017, dirinya harus kalah telah dari politisi pendatang baru saat itu, Emmanuel Macron yang sekarang menjabat sebagai Presiden Prancis.

Tetapi hasil survei baru-baru ini menunjukkan popularitas Marine Le Pen mengalami peningkatan dan telah menyebabkan banyak spekulasi baru tentang apakah politisi yang dikenal anti Uni Eropa dan anti imigran tersebut memasuki Istana Elysee.

Terlepas dari tumbangnya beberapa politisi sayap kanan dunia dalam pemilu presiden seperti Donald Trump (AS) dan Matteo Salvini (Italia), sebuah survei pada awal pekan ini menunjukkan dia berada dalam jarak yang sangat dekat dari Emmanuel Macron.

Baca Juga: Menderita Tumor Otak, Gadis 6 Tahun Ini Divonis Usianya Hanya Sampai 12 Bulan

Survei yang dilakukan secara online oleh Harris Interactive menunjukkan jika Pemilu Prancis putaran terakhir diadakan hari ini, Marine Le Pen akan mengumpulkan 48 persen sementara Emmanuel Macron akan terpilih kembali dengan 52 persen.

"Ini hanya sebuah survei, ini cuplikan momen, tetapi yang ditunjukkan adalah bahwa gagasan saya menang itu kredibel, bahkan masuk akal," kata Marine Le Pen pada konferensi pers.

Prospek perlombaan yang ketat memicu lonceng peringatan di arus utama politik Prancis karena krisis kesehatan dan ekonomi ganda yang disebabkan oleh pandemi Covid-19 menyapu seluruh negeri.

Baca Juga: Rumah Member Girlband Korea Didatangi Pencuri, Pelaku Lebih Pilih Foto daripada Barang Berharga

"Ini adalah yang hasil survei tertinggi yang pernah dicapainya, terlalu dini untuk mengambil jajak pendapat begitu saja," kata Jean-Yves Camus, seorang ilmuwan politik Prancis yang berspesialisasi di sayap kanan.

Dia mengatakan Marine Le Pen mendapat keuntungan dari frustasi dan kemarahan atas pandemi, dengan Prancis di ambang penguncian negara ketiga, dan juga pemenggalan kepala seorang guru sekolah Prancis Oktober lalu.

“Itu berdampak besar pada opini public. Dan di bidang ini, Marine Le Pen memiliki keuntungan: partainya terkenal dengan posisinya yang mengecam Islamisme,” tambah Jean-Yves Camus.***

Editor: Puji Fauziah

Sumber: Aljazeera

Tags

Terkini

Terpopuler