Emmanuel Macron Ajukan Pengesahan Regulasi Lawan Separatisme Islam, Prancis Dikritik Sudutkan Warga Muslim

17 Februari 2021, 08:42 WIB
Presiden Prancis, Emmanuel Macron /France Culture
 
PR BEKASI - Prancis yang dikendalikan di bawah pemerintahan Presiden Emmanuel Macron saat ini, kembali menyita perhatian publik, terutama umat muslim.
 
Namun, kali ini terkait regulasi pemerintah Prancis yang melawan "Separatisme Islam".
 
Melalui Majelis Rendah Parlemen Prancis, pada hari Selasa, 16 Februari 2021 kemarin, pemerintah Prancis sepakat untuk mendukung regulasi baru itu.
 
Baca Juga: Saleh Daulay Sebut Fraksi PAN DPR RI Apresiasi Rencana Pemerintah Indonesia Soal Perubahan UU ITE
 
Sebelumnya dikabarkan, regulasi tersebut diajukan oleh administrasi Presiden Prancis, Emmanuel Macron.
 
Diketahui bahwa regulasi itu dibuat sebagai upaya untuk melawan kelompok-kelompok agama radikal.
 
Karena, kelompok agama radikal tersebut dianggap mencoba mengganggu prinsip sekuler Prancis.
 
Baca Juga: Bukan Belanjaan, Kotak-kotak Oranye Ini Ternyata Berisi Bantuan Korban Banjir di Subang dan Karawang
 
Sementara itu, rancangan regulasi tersebut mendapatkan kritikan lantaran menyudutkan umat Islam.
 
Tak hanya itu, regulasi tersebut juga dinilai memberikan negara wewenang baru untuk membatasi kebebasan berpendapat kelompok agama, didukung oleh mayoritas majelis rendah.
 
Dalam keputusan pengesahan regulasi itu diketahui bahwa ada sebanyak 347 orang mendukung, 151 menolak, dan 65 abstain.
 
Baca Juga: Dapat Ganti Rugi Lahan, Viral Satu Desa Serempak Beli Mobil Mewah di Tuban
 
"Ini adalah sebuah serangan sekuler," kata Menteri Dalam Negeri Gerald Darmanin, dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Channel News Asia pada Rabu, 17 Februari 2021.
 
"Aturan yang keras, namun diperlukan untuk negara ini," kata Darmanin, melanjutkan.
 
Dengan lolosnya rancangan regulasi itu di majelis rendah, maka selanjutnya akan dibawa ke majelis tinggi.
 
Baca Juga: Derry Sulaiman Berduka, Sosok yang Berjasa dalam Proses Hijrahnya, Irfan Sembiring Meninggal Dunia
 
Di negara tersebut, Partai Sentris yang berada di pihak Emmanuel Macron tidak memegang posisi mayoritas.
 
Hal itu akan berperan dalam menentukan apakah regulasi terkait bakal berlaku atau tidak nantinya.
 
Ada banyak hal diatur dalam regulasi tersebut. Salah satunya yakni, pemerintah diberi wewenang untuk menutup tempat ibadah ataupun sekolah yang dianggap bertentangan dengan sekulerisme di Prancis.
 
Baca Juga: Cak Nun Ancam Turunkan Presiden Jika Indonesia Sudah Darurat, Ruhut Sitompul Beri Komentar Pedas
 
Selain itu, pemerintah juga diperbolehkan melarang ceramah dari tokoh-tokoh agama yang ekstrimis atau radikal. 
 
Selanjutnya, masalah pendanaan juga tidak lolos dari perhatian regulasi itu.
 
Jika regulasi disahkan, maka tempat-tempat ibadah dan kelompok agama di Prancis diwajibkan untuk melaporkan keuangannya.
 
Baca Juga: Banjir Hujatan Usai Dorong Pelayan Wanita, Robby Purba Kapok Lakukan Social Experiment
 
Sebagai contoh, banyak masjid di Prancis mendapat pendanaan dari Turki, Qatar, dan Arab Saudi.
 
Berbagai pihak menganggap regulasi tersebut diusung oleh Emmanuel Macron bukan hanya untuk merespon aksi teror tahun lalu.
 
Namun, regulasi itu juga dinilai bertujuan untuk kepentingan politiknya.
 
Baca Juga: Rahmat Effendi Gelar Party di Cisarua, Dr Tirta Minta Ridwan Kamil Tindak Tegas Walikota Bekasi
 
Pemilihan umum Presiden Prancis dikabarkan akan berlangsung pada tahun depan.
 
Kemudian Emmanuel Macron diyakini ingin mengamankan dukungan kelompok konservatif dengan memainkan narasi Separatisme Islam. 
 
Namun, atas kabar tersebut, pemerintah Prancis membantah tuduhan itu.
 
Baca Juga: Soroti Isu Radikalisme, Mahfud MD: Indonesia Lahir karena Bung Karno Radikal
 
Mereka menegaskan kembali terkait ancaman kelompok ekstrimis nyata sifatnya. Jika dibiarkan, maka akan menghancurkan prinsip Prancis soal sekulerisme serta kesetaraan.
 
Di saat bersamaan, ketakutan insiden pemenggalan Samuel Paty terulang muncul kembali.
 
Seorang guru di Paris menjadi perhatian nasional ketika mengklaim membutuhkan perlindungan polisi karena diancam dibunuh oleh seorang warga beragama Islam.
 
Sementara itu, oleh partai sayap kanan, ia dianggap whistleblower, pengingat soal ancaman kelompok separatis di Prancis.***
Editor: Rinrin Rindawati

Sumber: Channel New Asia

Tags

Terkini

Terpopuler