Jadi Sengketa Selama 13 Tahun, Pengadilan Malaysia Izinkan Umat Kristen Gunakan Kata 'Allah'

15 Maret 2021, 20:54 WIB
Demonstran Muslim melakukan unjuk rasa di luar Pengadilan Banding Malaysia di Putrajaya terkait penggunaan kata “Allah” oleh umat Kristen pada 6 Maret 2014 lalu. /Reuters / Samsul Said/Reuters

PR BEKASI – Pemerintah Malaysia pada Senin, 15 Maret 2021 mengajukan banding atas keputusan Pengadilan Tinggi Malaysia yang telah mengizinkan umat Kristiani menggunakan kata "Allah" untuk merujuk pada makna Tuhan.
 
Diketahui, kebijakan tersebut telah berlangsung selama puluhan tahun di negara mayoritas Muslim tersebut.
 
Kata tersebut telah lama dianggap memecah belah di multi-etnis Malaysia, dengan keluhan umat Kristiani bahwa upaya untuk menghentikan penggunaan kata tersebut menyoroti tumbuhnya pengaruh Islam konservatif.
 
Tetapi beberapa Muslim menuduh minoritas Kristen yang cukup besar telah melewati batas dan subjek tersebut telah memicu ketegangan agama serta  kekerasan selama bertahun-tahun.

Baca Juga: Tegaskan Tidak Ada Niat Jadi Presiden 3 Periode, Jokowi: Apalagi yang Harus Saya Sampaikan?

Baca Juga: Imam Besar PITI Anton Medan Meninggal Dunia, Kerabat Ungkap Penyebabnya

Baca Juga: Jubir Presiden Bantah Isu Presiden 3 Periode, Febri Diansyah: Lebih Sempurna Jika Jokowi yang Sampaikan

Pekan lalu, Pengadilan Tinggi Malaysia di Kuala Lumpur memutuskan bahwa umat Kristiani dapat menggunakan "Allah" dalam publikasi, berpihak pada anggota minoritas dan mencabut larangan sejak 1986.
 
Seorang hakim Pengadilan Tinggi Malaysia memutuskan mencabut larangan itu karena tidak konstitusional. Ia menegaskan konstitusi Malaysia menjamin kebebasan beragama.

"Saya menolak kebijakan  tersebut karena negara menjamin kebebasan beragama," katanya, dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Channel News Asia.
 
Namun pemerintah mengajukan gugatan ke pengadilan banding dengan mengatakan pihaknya tidak puas dengan putusan tersebut.
 
Pihak berwenang telah lama berargumen bahwa mengizinkan non-Muslim untuk menggunakan ‘Allah’ bisa membingungkan dan membujuk Muslim untuk pindah agama. 

Baca Juga: Mulai Februari 2021, Polisi Tidak Boleh Kawal Konvoi Hanya Boleh untuk 7 Hak Berikut

Kasus ini bermula 13 tahun lalu ketika petugas menyita materi agama dalam bahasa Melayu lokal dari seorang wanita penganut Kristen di Bandara Internasional Kuala Lumpur yang berisi kata "Allah".
 
Wanita tersebut diketahui bernama Jill Ireland Lawrence Bill yang merupakan seorang anggota kelompok masyarakat adat Malaysia.
 
Dirinya kemudian melancarkan gugatan hukum terhadap pelarangan orang Kristen menggunakan istilah tersebut.
 
Malaysia sebagian besar telah menghindari konflik agama yang terbuka dalam beberapa dekade terakhir, tetapi ketegangan terus meningkat.
 
Pada tahun 2014, sebuah gereja dilanda bom bensin, sementara otoritas Islam menyita Alkitab yang mengandung kata "Allah".

Baca Juga: Anies Baswedan Jadikan Kampung Luar Batang sebagai Destinasi Wisata Religi di Pesisir Jakarta

Kurang dari 10 persen dari 32 juta penduduk Malaysia diperkirakan beragama Kristen, yang sebagian besar berasal dari latar belakang etnis Tionghoa, India, atau pribumi, sementara 60 persen beretnis Melayu Muslim.
 
Menurut laman Wikipedia, “Allah” adalah bahasa Arab untuk Tuhan atau dalam arti secara harfiahnya “Yang berhak disembah”.
 
Kata ini diketahui tidak hanya digunakan oleh umat Muslim untuk menyebut Tuhan dalam Islam, tetapi juga telah digunakan oleh Arab Kristen sejak masa pra-Islam.
 
Umat Kristen yang ikut memakai kata “Allah” karena terpengaruh Bahasa Arab ini ada di berbagai negara, selain di Timur Tengah, ada juga gereja-gereja di Malaysia dan Indonesia.
 
Selain Kristen, umat beragama lain yang secara aktif menyebut Tuhan dengan kata Allah ini antara lain penganut Babisme, Baha'i, Mandean, Yahudi Mizrahi, serta Sikhisme walaupun tidak secara eksklusif.***

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: Channel News Asia

Tags

Terkini

Terpopuler