Llukalkan Aliocranianus, Dinosaurus Karnivora dengan Moncong Pendek dan Gigitan Kuat yang Serang Patagonia

1 April 2021, 15:15 WIB
Ilustrasi seorang seniman tentang dinosaurus pemakan daging Zaman Kapur Llukalkan aliocranianus yang hidup sekitar 80 juta tahun yang lalu di wilayah Patagonia Argentina terlihat dalam ilustrasi yang diperoleh Reuters pada tanggal 30 Maret 2021. Jorge Blanco / Journal of Vertebrate Paleontolog. /REUTERS

PR BEKASI - Para ilmuwan di Argentina telah menemukan tengkorak dinosaurus pemakan daging yang terawetkan dengan baik di wilayah Patagonia Utara.

Dinosaurs ini pernah berkeliaran di sana sekitar 85 juta tahun yang lalu.

Hewan Purba ini memiliki moncong pendek, pendengaran yang tajam, dan kekuatan gigitan yang kuat. Menjadikannya predator yang menakutkan.

Dinosaurus bernama Llukalkan aliocranianus, memiliki panjang sekitar 5 meter dan merupakan anggota dari kelompok karnivora yang disebut Abelisaurids.

Baca Juga: Isi Wasiat Terduga Teroris Sebut Nama Ahok, Budiman Sudjatmiko: Tampaknya sang Kakak Pendukung Ahok

Baca Juga: Selain Cabai Rawit dan Bawang Merah, Daging Ayam Ras dan Ikan Segar Sumbang Inflasi pada Maret 2021

Baca Juga: Terduga Teroris di Makassar Mabes Polri Ingin Mati Syahid, Ngabalin: Halusinasi Temukan Jalan ke Surga

Mereka berkembang biak di Amerika Selatan dan bagian lain dari Belahan Bumi Selatan selama Zaman Kapur, kata para peneliti pada hari Selasa, 30 Maret 2021.

Llukalkan, yang berarti "orang yang menyebabkan ketakutan" dalam bahasa asli Mapuche, mungkin telah bersaing langsung dengan seorang sepupu yang sama-sama mengesankan dan sedikit lebih besar.

Hanya sekitar 700 meter dari tempat tengkorak fosil Llukalkan ditemukan, para ilmuwan sebelumnya telah menemukan sisa-sisa dinosaurus pemakan daging lain yang disebut Viavenator exxoni.

Keduanya adalah abelisaurida, sekelompok predator berkaki dua dengan tengkorak pendek, gigi tajam dan bergerigi.

Baca Juga: Tegaskan Tak Pernah Mengemis Jabatan, Moeldoko: Saya Rela Pertaruhkan Leher Saya untuk Tegakkan Pancasila

Mereka juga memilki lengan sangat pendek dengan jari dan kepala kecil, terkadang memiliki punggung yang tidak biasa dan tanduk kecil.

Abelisaurid umumnya berukuran sedang dibandingkan dengan dinosaurus karnivora besar seperti Tyrannosaurus rex, yang hidup di Amerika Utara sekitar 15 juta tahun setelah Llukalkan, dan Giganotosaurus, yang hidup di Patagonia sekitar 15 juta tahun sebelum Llukalkan.

Ahli Paleontologi, dari Dewan Riset Teknis dan Ilmiah Nasional Argentina (CONICET) dan Universitas Nasional San Luis, Federico Gianechini mengatakan penemuan tersebut tidak biasa.

“Ya, sangat tidak biasa menemukan dua abelisaurida yang hidup di lokasi yang sama dan pada waktu yang kurang lebih sama,” kata Gianechini seperti dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Reuters pada Kamis, 1 April 2021.

Baca Juga: Cegah Aksi Teror di Jabar, Ridwan Kamil: Mari Saling Menjaga dan Melindungi Antar Umat Beragama

Gianechini yang juga penulis utama dari penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Vertebrate Paleontology menambahkan bahwa mereka mungkin bersaing.

“Llukalkan sedikit lebih kecil dari Viavenator, meskipun, jika mereka hidup bersama, mereka pasti berbagi wilayah ekologi yang sama dan memakan mangsa yang sama,” kata Gianechini.

“Jadi mereka akan bersaing satu sama lain dan ‘mengapa tidak’ saling makan,” sambungnya.

Ia menambahkan contoh predator hewan di masa sekarang yang tinggal bersama.

Baca Juga: Sumbar jadi Daerah Rawan Narkoba, Kepala BNNP: Data Nasional Tak Ada yang Bebas Narkoba

“Saat ini, predator dari spesies yang berbeda tetapi dari keluarga yang sama hidup berdampingan di ekosistem yang sama, seperti singa, macan tutul, dan cheetah,” katanya.

Tengkorak Llukalkan berukuran panjang sekitar 50 cm. Sebagian besar tulang tengkorak ditemukan, termasuk tempurung otak yang terawat baik.

"Keunikan dinosaurus ini adalah ia memiliki rongga di area telinga yang tidak dimiliki oleh abelisaurid lain, yang dapat memberikan spesies ini kapasitas pendengaran yang berbeda, mungkin rentang pendengaran yang lebih besar," kata Gianechini.

"Pengawetan yang baik memungkinkan kami untuk mempelajari bagian dalam tempurung otak melalui tomografi dan dengan demikian menyimpulkan bentuk otak," sambungnya Gianechini.***

Editor: Puji Fauziah

Sumber: REUTERS

Tags

Terkini

Terpopuler