Dituduh Terlibat Kegiatan Separatis, China Hukum Mati 2 Pejabat Muslim Uighur

7 April 2021, 19:58 WIB
Muslim Uighur di Tiongkok. /Dancingturtles.org

PR BEKASI – Otoritas China telah menjatuhkan hukuman mati kepada dua mantan pejabat pemerintah dari etnis minoritas Muslim Uighur di wilayah Xinjiang.

Kedua pejabat yang diketahui bernama Shirzat Bawudun dan Sattar Sawut tersebut dijatuhi hukuman mati setelah dituduh oleh otoritas China terlibat dalam kegiatan separatis.

Mereka menuduh otoritas China telah melakukan pelanggaran HAM berat dengan semakin banyak kecaman atas tuduhan pelecehan terhadap Muslim Uighur.

Baca Juga: Kritik KPK Soal SP3 di Kasus BLBI, Mardani Ali Sera: Kenapa Jadi Contoh Kasus SP3 Pertama? 

Shirzat Bawudun, mantan kepala departemen kehakiman daerah Xinjiang, dihukum karena diduga telah memecah belah negara dan telah dijatuhi hukuman mati dengan penangguhan hukuman dua tahun.

Pengadilan menemukan bahwa Shirzat Bawudun berkolusi terkait dengan Gerakan Islam Turkistan Timur yang merupakan kelompok pro kemerdekaan Muslim Uighur.

Hal tersebut dikatakan oleh wakil presiden pengadilan tinggi regional Xinjiang, Wang Langtao, Rabu, 7 April 2021.

Baca Juga: Pentas Kuda Lumping Dibubarkan Ormas karena Syirik, Mbah Mijan: Kalau Belum Paham Islam, Jangan Disalahgunakan

"Dirinya menawarkan bantuan kepada separatis dan ekstrimis agama, dan berkolaborasi dengan pasukan separatis luar negeri," katanya, dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Independent.

Shirzat Bawudun juga dituduh telah melakukan kejahatan termasuk secara ilegal memberikan informasi kepada pasukan asing, berpartisipasi dalam kelompok teroris, dan membantu kegiatan teroris.

Sementara itu, Sattar Sawut, mantan direktur departemen pendidikan Xinjiang dijatuhi hukuman mati dengan penangguhan hukuman dua tahun setelah dinyatakan bersalah atas kejahatan separatisme dan menerima suap.

Baca Juga: Info Seputar Larangan Mudik Lebaran 2021, Menhub Budi: Operasional Kereta Api Akan Dikurangi

Pengadilan menemukan bahwa Sattar Sawut mengambil keuntungan dari mengumpulkan dan menerbitkan buku teks bahasa etnis untuk sekolah dasar dan menengah untuk memecah negara.

"Dia menuntut memasukkan konten yang mengkhotbahkan separatisme etnis, kekerasan, terorisme, dan ekstremisme agama ke dalam buku teks untuk memecah negara," kata pengadilan.

Pengadilan mengatakan buku-buku itu mempengaruhi beberapa orang untuk berpartisipasi dalam serangan di Urumqi termasuk kerusuhan tahun 2009.

Baca Juga: PSG vs Bayern Muenchen: Ulangan Final Liga Champions Musim Lalu akan Tersaji di Allianz Aren 

Sementara anggota lainnya menjadi "tokoh kunci dari kelompok separatis yang dipimpin oleh mantan guru perguruan tinggi Ilham Tohti, seorang ekonom Muslim Uighur yang menjalani hukuman seumur hidup atas tuduhan separatisme sejak 2014.

"Kedua pria itu telah mengaku bersalah dan tidak akan mengajukan banding terhadap pengadilan," kata Wang Langtao

Diketahui, Amerika Serikat (AS) pada tahun 2020 telah mencabut kelompok Gerakan Islam Turkistan Timur dari daftar teroris.

Baca Juga: FUI Medan Bubarkan Pentas Kuda Lumping karena Dinilai Syirik, Ferdinand: Ormas Seperti Ini Harus Dibubarkan

Menurut AS, tidak ada bukti yang dapat dipercaya bahwa kelompok Gerakan Islam Turkistan Timur itu terus ada.

Peneliti asing mengatakan lebih dari 1 juta orang dari etnis minoritas Muslim Uighur ditahan di kamp-kamp penahanan di Xinjiang.

China bersikeras bahwa kamp-kamp itu untuk pelatihan kerja dan secara bertahap akan hilang jika suatu hari masyarakat tidak lagi membutuhkannya.

Baca Juga: Royalti Hak Cipta Lagu dan Musik, Kunto Aji: Masalah Ini Terutama Menyasar Pengusaha Menengah ke Atas

China berulang kali mendapat kecaman dari negara barat atas perlakuannya terhadap Muslim Uighur di Xinjiang.

AS, Inggris dan Kanada dalam pernyataan bersama bulan lalu menyatakan keprihatinan atas pelanggaran HAM China di wilayah tersebut.

Mereka meminta Beijing untuk memberi komunitas internasional akses tanpa hambatan ke Xinjiang.

AS menuduh China pada Januari melakukan genosida"dalam penindasannya terhadap Muslim Uighur dan mengatakan bulan lalu bahwa tidak ada perkembangan yang akan mengubah penilaiannya.***

Editor: Ikbal Tawakal

Sumber: The Independent

Tags

Terkini

Terpopuler