Akibat Covid-19 dan Krisis Politik, Setengah Populasi Myanmar Berisiko Jatuh Miskin Pada 2022

1 Mei 2021, 07:36 WIB
UNDP melaporkan bahwa setengah populasi Myanmar akan jatuh miskin pada 2022 akibat pandemi Covid-19 dan krisis politik. /Reuters/

PR BEKASI – Dampak ganda pandemi Covid-19 dan krisis politik pasca kudeta di Myanmar dapat mengakibatkan hampir setengah populasi, atau sebanyak 25 juta orang, jatuh miskin pada tahun 2022,

Hal tersebut berdasarkan laporan yang dibuat oleh Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP).

Dalam laporan yang dirilis pada hari Jumat, 30 April 2021, UNDP menyatakan bahwa efek dari krisis tersebut dapat mendorong jutaan lebih banyak orang ke dalam kemiskinan.

Baca Juga: Kawal Hari Buruh 1 Mei, Polda Metro Jaya Siapkan 6.394 Personel dan Swab Gratis

Hal tersebut dikatakan oleh Asisten Sekretaris Jenderal PBB dan Direktur Regional UNDP untuk Asia dan Pasifik, Kanni Wignaraja.

“Covid-19 dan krisis politik yang sedang berlangsung menambah guncangan yang mendorong mereka yang paling rentan kembali dan semakin jauh ke dalam kemiskinan,” katanya, dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Channel News Asia.

Bila krisis di Myanmar terus terjadi, maka bukan tidak mungkin hasil pembangunan Myanmar selama satu dekade akan menghilang.

“Hasil pembangunan yang dicapai selama satu dekade transisi demokrasi, betapapun tidak sempurnanya, akan terhapus dalam hitungan bulan," katanya.

Baca Juga: Kader Demokrat Sebut Oposisi Dihajar Habis-habisan, Habib Husin: Bukti Kualitas Anggota Dewan Sangat Rendah

Dirinya menambahkan kemajuan negara itu mungkin akan mundur ke tahun 2005, ketika negara itu juga berada di bawah kekuasaan junta militer. dan separuh penduduk miskin.

Studi tersebut menunjukkan bahwa pada akhir tahun lalu, rata-rata 83 persen rumah tangga melaporkan pendapatan mereka telah dipotong hampir setengahnya karena pandemi Covid-19.

Jumlah orang yang hidup di bawah garis kemiskinan diperkirakan meningkat 11 persen karena efek sosio-ekonomi pandemi.

Sementara itu, laporan tersebut mengatakan situasi keamanan yang memburuk, serta ancaman terhadap hak asasi manusia dan pembangunan di Myanmar sejak kudeta 1 Februari dapat meningkatkan tingkat kemiskinan hingga 12 persen pada awal tahun depan.

Baca Juga: Tips Minum Kopi saat Bulan Puasa Agar Aman bagi Kesehatan

Myanmar berada dalam kekacauan sejak militer menggulingkan pemimpin San Suu Kyi, menahannya dan politisi sipil lainnya, kemudian menindak dengan kekuatan mematikan terhadap pengunjuk rasa anti-kudeta.

Pasukan keamanan telah menewaskan lebih dari 750 warga sipil dalam demonstrasi tersebut, kata sebuah kelompok aktivis.

Laporan tersebut mengatakan perempuan dan anak-anak akan menanggung beban terberat dari krisis.

“Separuh dari semua anak di Myanmar bisa hidup dalam kemiskinan dalam satu tahun,” kata Kanni Wignaraja.

Baca Juga: Jokowi Dapat Jatah THR dan Gaji ke-13 Tahun Ini, Nicho Silalahi: Jadi Rakyat Terima Nasib Saja

Dirinya menambahkan bahwa pengungsi internal yang sudah rentan juga menghadapi lebih banyak tekanan.

Laporan tersebut mengatakan kemiskinan perkotaan diperkirakan meningkat tiga kali lipat, sementara situasi keamanan mematahkan rantai pasokan dan menghambat pergerakan orang, jasa, dan komoditas, termasuk barang-barang pertanian.

Tekanan pada mata uang Myanmar, Kyat, juga telah meningkatkan harga impor dan energi, kata laporan itu, sementara sistem perbankan tetap lumpuh.

“Seperti yang dinyatakan oleh Sekjen PBB, skala krisis membutuhkan tanggapan internasional yang mendesak dan terpadu,” kata dirinya.***

Editor: Rinrin Rindawati

Sumber: Channel New Asia

Tags

Terkini

Terpopuler