Studi AS Ungkap Sektor Kelapa Sawit di Indonesia Termasuk Penggerak Pembalakan Liar

28 Mei 2021, 10:59 WIB
Ilustrasi perkebunan kelapa sawit. Studi AS menyebutkan bahwa sektor kelapa sawit di Indonesia termasuk pendorong utama deforestasi ilegal oleh pembalakan liar. /Dok. Humas Setkab



PR BEKASI - Penebangan atau pembalakan liar adalah termasuk salah satu di balik hilangnya 4.5 juta hektar hutan di wilayah Denmark, serta rata-rata setiap tahunnya di Asia Tenggara, Afrika dan Amerika Latin.

Hampir 70 persen hutan tropis ditebangi untuk peternakan dan tanaman seperti kedelai dan minyak kelapa sawit yang digunduli secara ilegal sejak 2013 dan 2019.

Pada Selasa, 18 Mei 2021 lalu, studi dari Forest Trends sudah menunjukkan peringatan akan dampak terhadap upaya global dalam memerangi perubahan iklim.

Studi AS mengatakan bahwa, budidaya kelapa sawit di Indonesia, kedelai, dan peternakan sapi di Brasil, serta rumah yang kurang lebih sekitar 60 persen dari hutan hujan Amazon adalah pendorong utama deforestasi ilegal atau kerusakan hutan yang disebabkan oleh pembalakan liar.

Baca Juga: Efek Minum Soda Berlebih Bisa Picu Kematian Menurut Studi Kesehatan

"Jika kita tidak segera menghentikan deforestasi yang melanggar hukum ini, kita tidak memiliki kesempatan untuk mengalahkan tiga krisis yang dihadapi umat manusia, yaitu perubahan iklim, hilangnya keanekaragaman hayati, dan pandemi yang muncul," kata Arthur Blundell selaku penulis utama laporan dan penasihat untuk Forest Trends, dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com melalui Asiaone, Jumat, 28 Mei 2021.

Kemudian untuk produksi komoditas pertanian lainnya, seperti kakao yang digunakan untuk membuat cokelat di Honduras dan Afrika Barat, jagung di Argentina, juga termasuk dari penebangan hutan ilegal.

Sementara, di Indonesia setidaknya 81 persen dari lahan hutan yang dibuka untuk menghasilkan minyak sawit yang diperkirakan ilegal.

Sedangkan di negara-negara penghasil kedelai, seperti Brasil yaitu sekitar 93 persen lahan dikonversi untuk menanam tanaman yang digunakan untuk memasak dan untuk pakan ternak juga termasuk ilegal.

Baca Juga: Studi: Jumlah Sperma dan Ukuran Mr.P ‘Menyusut’ karena Pencemaran Lingkungan, Mungkin 'Habis' di 2045

Selain itu, 93 persen pembukaan hutan untuk perkebunan kakao dan 81 persen untuk daging sapi juga ilegal.

Laporan tersebut mendefinisikan bahwa deforestasi ilegal sebagai penebangan hutan yang melanggar hukum nasional.

Misal, seperti penebang ilegal dan perusahaan yang gagal mendapatkan izin dari pemilik tanah, serta kasus-kasus yang melibatkan penggelapan pajak.

Semenatara itu, para pecinta lingkungan dan beberapa anggota parlemen di AS, UE dan Inggris menyerukan undang-undang yang akan menghentikan barang-barang yang ditanam di lahan ilegal agar tidak terjual di supermarket.

Baca Juga: Studi: Pakai Piama saat WFH atau PJJ Tak Kurangi Tingkat Produktivitas Meski Pengaruhi Kesehatan Mental

Kemudian senator Demokrat Brian Schatz dari Hawaii dan anggota kongres Earl Blumenauer dari Oregon telah mengumumkan rencana rancangan undang-undang yang akan melarang impor komoditas pertanian AS yang diproduksi di lahan yang gundul secara ilegal.

"Saya pikir sebagian besar konsumen AS akan sangat setuju bahwa itu tidak bermoral, ketinggalan zaman, dan tidak masuk akal bahwa produk yang dijual di supermarket dapat ditelusuri kembali ke lahan yang mengalami deforestasi secara ilegal," kata Blumenauer dalam sebuah pernyataan.

Pendekatan tersebut meniru dari Undang-undang Lacey Act tahun 2008 yang kemudian disahkan di AS, tentang melarang impor satwa liar, tanaman dan kayu yang diperdagangkan ilegal.

Diketahui Inggris juga berencana untuk memberlakukan undang-undang yang serupa.

Baca Juga: Hasil Studi Sebut Konsumsi Cabai Dapat Bantu Perpanjang Usia, Begini Penjelasannya

Tindakan menebang hutan memiliki implikasi besar bagi tujuan global untuk mengekang perubahan iklim, karena pohon akan menyerap sekitar sepertiga dari emisi karbon yang menyebabkan pemanasan planet di seluruh dunia.

Karbon yang dikeluarkan dari pembukaan hutan ilegal untuk pertanian menyumbang setidaknya 41 persen dari semua emisi dari deforestasi tropis sejak 2013 dan 2019.

Selain itu, upaya juga harus ditingkatkan dalam bekerja sama dengan petani kedelai dan peternak sapi untuk mengadopsi moratorium pembukaan hutan.

"Deforestasi ilegal adalah pendorong utama hilangnya hutan dan menciptakan risiko signifikan bagi perusahaan rantai pasokan dan lembaga keuangan yang mungkin tanpa disadari memasok atau mendanai komoditas yang bersumber secara ilegal," kata Justin Adams selaku direktur eksekutif Tropical Forest Alliance.***

Editor: Rinrin Rindawati

Sumber: Asiaone

Tags

Terkini

Terpopuler