Takut Junta, Ratusan Orangtua Myanmar Putus Hubungan Keluarga dengan Anaknya yang Ikut Demo

7 Februari 2022, 18:04 WIB
Sebuah poster dengan gambar orang-orang yang dibunuh oleh pasukan junta Myanmar terlihat di kantor Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik di Mae Sot, Thailand pada 26 Januari 2022. //Reuters/ Soe Zeya Tun

PR BEKASI - Setiap hari selama tiga bulan terakhir, rata-rata enam atau tujuh keluarga di Myanmar telah memasang pemberitahuan putus hubungan keluarga di koran milik negara.

Mereka mengakhiri hubungan keluarga dengan putra, putri, keponakan, serta cucu mereka yang secara terbuka menentang junta militer yang berkuasa.

Pemberitahuan tersebut mulai muncul sejak bulan November setelah militer mengumumkan akan mengambil alih properti lawan dan menangkap orang-orang yang memberi perlindungan kepada pengunjuk rasa.

Puluhan penggerebekan di rumah-rumah telah diikuti menyusul pengumuman tersebut.

Baca Juga: Klasemen Sementara dan Link Live Streaming BRI Liga 1 7 Februari 2022: Ada Bali United FC vs PSM Makassar

Lin Lin Bo Bo, mantan penjual mobil yang bergabung dengan kelompok bersenjata yang menentang kekuasaan militer, adalah salah satu dari mereka yang kini tidak diakui lagi oleh orang tuanya.

“Kami menyatakan bahwa kami tidak mengakui Lin Lin Bo Bo (sebagai anak)," kata pemberitahuan yang diunggah oleh orangtuanya, San Win dan Tin Tin Soe di koran milik negara The Mirror pada bulan November.

"Karena dia tidak pernah mendengarkan kehendak orangtuanya," sambungnya.

Berbicara kepada Reuters wanita berusia 26 tahun itu mengatakan bahwa ibunya telah mengatakan kepadanya bahwa dia tidak mengakuinya setelah tentara datang ke rumah keluarga mereka untuk mencarinya.

Baca Juga: Sinopsis Film Ocean 8, Sandra Bullock dan 7 Rekan Wanita Curi Kalung Berlian Rp2 Triliun

Beberapa hari kemudian, dia berkata bahwa dia menangis ketika membaca pemberitahuan di koran.

"Rekan-rekan saya mencoba meyakinkan saya bahwa hal itu tidak dapat dihindari bagi keluarga saat berada di bawah tekanan," katanya kepada Reuters.

"Tapi aku sangat patah hati," sambungnya.

Dihubungi oleh Reuters, orangtuanya menolak berkomentar.

Menargetkan keluarga aktivis oposisi adalah taktik yang digunakan oleh militer Myanmar selama kerusuhan pada 2007 dan akhir 1980-an.

Namun taktik ini telah digunakan jauh lebih sering sejak kudeta 1 Februari 2021, menurut Wai Hnin Pwint Thon, petugas advokasi senior di kelompok hak asasi Burma Campaign UK, yang menggunakan nama lama untuk bekas jajahan Inggris.

Baca Juga: Bocoran One Piece 1040, Big Mom Kabur ke Pulau Elbaf, Ini Akhir Nasib Si Nyonya Tua sebagai Yonkou

Menolak anggota keluarga secara terbuka, telah memiliki sejarah panjang dalam budaya Myanmar.

Tindakan ini adalah salah satu cara untuk menanggapi (tekanan), kata Wai Hnin Pwint Thon.

Ia mengatakan dirinya telah melihat lebih banyak pemberitahuan seperti itu di media daripada konflik di masa lalu.

"Anggota keluarga takut terlibat dalam kejahatan," kata Wai Hhin seperti dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Reuters, Senin, 7 Februari 2022.

"Mereka tidak ingin ditangkap, dan mereka tidak ingin mendapat masalah," sambungnya.

Seorang juru bicara militer tidak menanggapi pertanyaan Reuters untuk laporan ini.

Mengomentari pemberitahuan tersebut dalam konferensi pers pada bulan November, juru bicara militer Zaw Min Tun mengatakan bahwa pernyataan tersebut juga tidak dapat menjamin.

Ia mengatakan orang-orang yang membuat pernyataan seperti itu di koran masih dapat dituntut jika terbukti mendukung pendemo.***

Editor: Nopsi Marga

Sumber: Reuters

Tags

Terkini

Terpopuler