Bersamaan dengan Teror di Gereja Nice, Konsulat Prancis di Jeddah Juga Diserang Seorang Pria Arab

30 Oktober 2020, 09:25 WIB
Ilustrasi bendera Prancis.* /Pixabay/Jackmac34./

PR BEKASI - Seorang pria warga Arab Saudi melukai seorang penjaga dengan menggunakan pisau dalam aksi serangan ke konsulat Prancis di Jeddah, Arab Saudi pada, Kamis, 29 Oktober 2020.

Serangan itu terjadi bersamaan dengan serangan sebuah gereja di kota Nice, Prancis, yang menewaskan tiga orang dan beberapa lainnya terluka, yang oleh pihak berwenang dianggap sebagai serangan terbaru untuk mengguncang Prancis.

“Penyerang segera ditangkap oleh pasukan keamanan Arab Saudi  setelah serangan itu. Penjaga dibawa ke rumah sakit dan nyawanya tidak dalam bahaya,” kata pihak kedutaan Besar Prancis dalam sebuah pernyataan, dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Al Jazeera.

Baca Juga: Kehadiran Vaksin Covid-19 dan Stimulus Ekonomi Dinilai Bisa Dorong Kinerja BUMN

Pihak kepolisian provinsi Mekkah, tempat Jeddah berada, mengatakan pelaku penyerangan merupakan seorang warga Arab Saudi, tetapi tidak menyebutkan kewarganegaraan penjaga tersebut, yang mereka katakan mengalami luka ringan atas serangan tersebut.

"Kedutaan Besar Prancis mengutuk keras serangan terhadap pos terdepan diplomatik, yang tidak bisa dibenarkan," katanya dalam sebuah pernyataan, mendesak warganya di Arab Saudi untuk lebih meningkatkan tingkat kewaspadaan

Keamanan di sekitar konsulat Jeddah kemudian tampak diperketat dengan mobil polisi Saudi yang terlihat berpatroli di sekitar kompleks kedutaan secara berkala.

Baca Juga: Percaya Masyarakat Bisa Patuhi Prokes pada Pilkada 2020, Analis Politik: Asalkan Terus Diingatkan

Di Riyadh, dua mobil polisi ditempatkan di luar kedutaan yang terletak di kawasan diplomatik dengan keamanan tinggi di kota itu, kepolisian Arab Saudi pun mencegah orang yang lewat mengambil foto.

Serangan di Arab Saudi dan Prancis terjadi setelah Presiden Prancis, Emmanuel Macron dengan keras membela penerbitan karikatur Nabi Muhammad SAW oleh majalah satir Charlie Hebdo dengan alasan kebebasan berbicara.

Macron juga mendapat kecaman dari Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan serta negara-negara mayoritas Muslim lainnya.

Baca Juga: Usai Pompeo Puji RI Tolak Klaim LCS, Pemerintah Tiongkok Justru Tuduh AS Memprovokasi Hubungan

Kerajaan Arab Saudi yang merupakan rumah bagi situs-situs paling suci Islam telah mengkritik karikatur tersebut, dengan mengatakan mereka menolak "setiap upaya untuk menghubungkan Islam dan terorisme" tetapi tidak lagi mengutuk kepemimpinan Prancis.

Pembelaan Macron atas hak Charlie Hebdo terjadi setelah pembunuhan seorang guru pada 16 Oktober 22020 di sekolah Prancis yang telah menunjukkan karikatur tersebut kepada muridnya selama diskusi kelas tentang kebebasan berbicara. 

Karikatur yang sangat menyinggung Islam tersebut, adalah bagian dari perdebatan baru tentang kebebasan berekspresi setelah pembunuhan guru di Prancis.

Baca Juga: Terkait Teror Gereja Prancis, Turki Minta Pemimpin Prancis Hindari Retorika yang Menghasut Muslim

Kantor redaksi Charlie Hebdo sendiri pernah menjadi sasaran penyerangan oleh kelompok bersenjata pada 2015 lalu, yang menewaskan 12 orang, termasuk beberapa kartunis paling terkenal.

Prancis telah meningkatkan kewaspadaan terhadap serangan teror sejak pembantaian di Charlie Hebdo.***

Editor: Puji Fauziah

Sumber: Aljazeera

Tags

Terkini

Terpopuler