Cegah Penambahan Kasus Covid-19, WHO Dorong Penerbitan Serifikat e-Vaksin

- 6 Desember 2020, 06:30 WIB
Ilustrasi vaksin covid-19.
Ilustrasi vaksin covid-19. /Pixabay

PR BEKASI - Angka terkonfirmasi positif Covid-19 di dunia terus mengalami peningkatan  sehingga sejumlah negara telah melakukan pembatasan terhadap pengunjung yang akan melakukan wisata atau bahkan keperluan lainnya.

Karena, hal tersebut dianggap sebagai langkah dari penanggulangan virus Covid-19 yang hingga saat ini masih ditemukan penambahan kasus.

Lembaga kesehatan dunia (WHO) tidak merekomendasikan negara-negara di dunia untuk menerbitkan paspor imunitas bagi mereka yang sudah sembuh dari paparan virus Covid-19.

Sebaliknya, WHO menantikan prospek penerbitan sertifikat e-vaksin seperti yang sedang dikembangkan dengan Estonia.

Baca Juga: Beberkan Fakta Vietnam Lebih Unggul, Jokowi Tegas Minta Langkah Perbaikan demi Pasar Ekspor Global 

“Kami menunggu penggunaan teknologi dalam menghadapi Covid-19 ini. Salah satunya, bagaimana kita bisa bekerja sama dengan negara-negara untuk mewujudkan sebuah sertifikat e-vaksin,” kata Siddhartha Datta, Program Manajer WHO wilayah Eropa, seperti dikutip oleh Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Asia One pada Minggu, 6 Desember 2020.

Diketahui bahwa Estonia dan WHO sudah memulai pilot projek sertifikat e-vaksin pada Oktober 2020 lalu, yang bentuknya kecil berwarna kuning.

Selanjutnya, sertifikat e-vaksin ini digunakan untuk pelacakan data riwayat kesehatan si pemilik e-vaksin dan untuk memperkuat inisiatif COVAX yang didukung oleh WHO dalam meningkatkan vaksinasi di negara-negara berkembang.

Baca Juga: Menangis Saat Ditangkap, Iyut Bing Slamet Dipastikan Positif Gunakan Metamfetamin 

Vaksinasi saat ini terus berkembang, khususnya sejak Inggris setuju memberikan kesempatan pada Pfizer dan BioNTech untuk mengembangkan vaksin virus corona.

Sementara, perusahaan farmasi lain seperti Modena dan AstraZeneca sudah melakukan tahap percobaan yang hasilnya bagus dan sekarang menunggu persetujuan.

Kemudian, Datta memperingatkan bahwa setiap inisiatif teknologi tidak boleh malah membuat negara-negara kewalahan dalam menghadapi pandemi virus corona. Teknologi tersebut juga harus mematuhi undang-undang dan tidak mengganggu layanan lalu-lintas di perbatasan.

Sebagai contoh, lanjutnya, beberapa aplikasi pelacakan Covid-19 tidak berfungsi ketika di bawa si pemiliknya ke luar negeri.

Baca Juga: Proyek Ambisius Tiongkok 'Matahari Buatan', Klaim Ciptakan Energi Bersih dan Berkelanjutan 

Pada awal 2020 laku, Estonia secara terpisah sudah memulai sebuah uji coba paspor digital imunitas. Alat ini memungkinkan dilakukannya pelacakan jejak mereka yang sembuh dari Covid-19 dengan beberapa imunitas.

Namun, masih menjadi tanda tanya data apa saja yang akan dimasukkan dalam paspor imunitas itu dan berapa lama seseorang bisa terlindungi lewat teknologi ini.

Catherine Smallwood, staf senior di Layanan Darurat WHO untuk wilayah Eropa memiliki pandangan lain. Pada Sabtu, 6 Desember 2020, dia menguatarakan pandangan bahwa tes antigen yang digunakan beberapa maskapai untuk melakukan tes virus corona pada penumpang sehingga menentukan apakah boleh terbang atau tidak mereka terbang, dirasa kurang pas untuk skala penerbangan internasional.

Tes antigen dirasa Smallwood kurang akurat jika dibandingkan dengan tes PCR molekular. Menurutnya, tes antigen masih memungkinkan orang bisa lolos dari pemeriksaan ini.***

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: Asia One


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah