Unggah Cuitan 'Berbahaya' Soal Fakta Uighur, Akun Twitter Kedubes China di AS Dikunci

- 22 Januari 2021, 07:17 WIB
Ilustrasi bendera China. Twitter mengunci akun Kedubes China di AS karena unggah soal Uighur.
Ilustrasi bendera China. Twitter mengunci akun Kedubes China di AS karena unggah soal Uighur. /Pixabay

PR BEKASI - China menjadi sorotan sejumlah negara terkait kebijakan dan stigmanya terhadap etnis Uighur hingga saat ini.

Sejumlah negara juga menilai bahwa perlakuan China terhadap etnis Uighur tersebut merupakan hal diskriminatif dan melanggar hak asasi manusia. Terlebih China cukup sensitif ketika publik internasional menyorotinya soal etnis Uighur tersebut.

Baru-baru ini pun dikabarkan bahwa pihak Twitter telah mengunci akun Kedubes China di AS lantaran ditemukan cuitan yang membela kebijakan China terhadap Muslim Uighur di Xinjiang.

Hal tersebut menurut kebijakan Twitter telah melanggar pedoman perlakuan tidak manusiawi.

Baca Juga: Cek Fakta: Tanda SOS di Pulau Laki Dikabarkan Penumpang Selamat Jatuhnya Sriwijaya Air 

Sementara itu, Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) China mengatakan pada Kamis, 21 Januari 2021 kemarin bahwa mereka bingung dengan langkah tersebut.

Menanggapi hal tersebut, Kemenlu China mengatakan itu merupakan tanggung jawab kedutaannya untuk menyerukan disinformasi dan mengklarifikasi fakta.

Akun Kedutaan Besar China, @ChineseEmbinUS, bulan ini kedapatan mengunggah cuitan dengan mengatakan bahwa perempuan Uighur telah dibebaskan dan tidak lagi menjadi "mesin pembuat bayi", mengutip sebuah penelitian yang dilaporkan oleh surat kabar yang didukung pemerintah China Daily, dikutip dari Reuters pada 21 Januari 2021 lalu.

Cuitan tersebut kemudian dihapus oleh Twitter dan diganti dengan label yang menyatakan bahwa unggahan tidak lagi tersedia.

Baca Juga: Pencarian Resmi Dihentikan, Sriwijaya Air Akan Tabur Bunga untuk Kenang Para Korban 

Meskipun Twitter menyembunyikan cuitan yang melanggar kebijakannya, pemilik akun harus menghapus unggahan cuitan tersebut secara manual. Sejak 9 Januari 2021, akun kedutaan China terpantau belum mengunggah cuitan baru.

Juru bicara Kemenlu China, Hua Chunying mengatakan pada pengarahan rutin pada Kamis lalu, bahwa pihaknya bingung dengan langkah Twitter.

"Ada banyak laporan dan informasi yang berkaitan dengan Xinjiang yang menentang Cina. Kedutaan besar kami di AS bertanggung jawab untuk mengklarifikasi fakta," katanya, sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Reuters pada Jumat, 22 Januari 2021.

"Kami berharap mereka tidak akan menerapkan standar ganda dalam masalah ini. Kami berharap mereka dapat melihat apa yang benar dan benar dari informasi yang salah tentang masalah ini," katanya, melanjutkan.

Baca Juga: Cek Fakta: Ijazah SMA Jokowi Dikabarkan Palsu dan Hasil Suap Karena Hal Ini 

Penangguhan akun Twitter Kedubes China dilakukan sehari setelah pemerintahan Donald Trump, pada jam-jam terakhirnya, menuduh China melakukan genosida di Xinjiang, sebuah temuan yang didukung oleh pemerintahan Joe Biden yang baru.

Pemerintahan Joe Biden tidak segera menanggapi permintaan komentar atas tindakan Twitter tersebut.

"Kami telah mengambil tindakan pada twit yang Anda rujuk karena melanggar kebijakan kami terhadap dehumanisasi, yang menyatakan: Kami melarang dehumanisasi sekelompok orang berdasarkan agama, kasta, usia, disabilitas, penyakit serius, asal negara, ras, atau etnis," kata juru bicara Twitter pada Kamis, 21 Januari 2021.

Twitter diblokir di China tetapi telah digunakan oleh media dan diplomat pemerintah China, banyak di antaranya telah menggunakan Twitter untuk mempertahankan posisi China dalam apa yang kemudian dikenal sebagai diplomasi "Prajurit Serigala".

Baca Juga: Cek Fakta: Gelang Power Balance yang Dulu Pernah Ramai Dikabarkan Ampuh Obati Covid-19 

Kedutaan Besar China di Washington, yang membuat Twitter pada Juni 2019, tidak segera menanggapi permintaan komentar.

China telah berulang kali menolak tuduhan pelecehan di Xinjiang ketika panel PBB mengatakan setidaknya satu juta orang Uighur dan Muslim lainnya telah ditahan di kamp-kamp.

Tahun lalu, sebuah laporan oleh peneliti Jerman Adrian Zenz yang diterbitkan oleh lembaga think tank Jamestown Foundation yang berbasis di Washington menuduh China menggunakan kebiri paksa, aborsi paksa, dan memaksakan keluarga berencana terhadap minoritas Uighur, tetapi pemerintah China mengatakan tuduhan itu tidak berdasar dan salah.***

 

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: REUTERS


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah