“Negara mana pun, tapi tidak di sini. Tinggal di sini tidak berarti apa-apa bagi kami,” tambah mahasiswa berusia 21 tahun tersebut.
Dirinya menambahkan bahwa saat ini masih banyak LGBT di Afghanistan yang bersembunyi di rumahnya dan takut keluar rumah karena khawatir ditangkap oleh Taliban.
“Mereka bersembunyi di dalam ruangan, lumpuh oleh ketakutan akan apa yang mungkin terjadi di jalan, dengan beberapa rute keluar terbuka di tengah pemandangan bandara yang kacau,” katanya.
Rainbow Railroad, kelompok advokasi LGBT yang berbasis di Kanada telah mendesak kekuatan dunia untuk membantu pengungsi LGBT Afghanistan.
"Sikap publik terhadap orang-orang LGBT sangat negatif, yang membuat anggota komunitas LGBT merahasiakan identitas gender dan orientasi seksual mereka karena takut akan pelecehan, intimidasi, penganiayaan, dan kematian," katanya.
"Sekarang, dengan kembalinya Taliban, ada ketakutan yang dapat dimengerti bahwa situasinya akan memburuk," tambahnya.
Nemat Sedat, novelis gay Afghanistan yang berbasis di Afghanistan mengatakan kepada Thomson Reuters Foundation bahwa dia telah dihubungi oleh lebih dari 100 LGBT Afghanistan yang putus asa untuk melarikan diri.
Pria yang meninggalkan tanah airnya pada usia lima tahun, kemudian mengajar di sebuah universitas di Afghanistan dari 2012 hingga 2013 tersebut mengatakan bahwa mereka ketakutan dibunuh Taliban.