"Pemerintah Hong Kong percaya bahwa penjahat ini, yang dapat membunuh lagi kapan saja, layak untuk berjalan-jalan dan mengancam kehidupan orang-orang," katanya kepada wartawan yang dikutip oleh Pikiranrakyat-Bekasi.com pada Rabu, 20 Oktober 2021 dari CNA.
Chan pernah berkata bahwa ia "tidak pernah menghadapi konsekuensi pembunuhan", setelah terungkap awal bulan ini bahwa dia telah meninggalkan perlindungan polisi dan dia bebas untuk menjalani kehidupan normal.
Jaksa Hong Kong mengatakan mereka tidak memiliki yurisdiksi untuk mengadilinya atas pembunuhan.
Mereka juga menolak mengirim Chan ke Taiwan karena pemerintah China tidak mengakui pulau demokratis yang memiliki pemerintahan sendiri.
Setelah pembunuhan Poon, Hong Kong mencoba mengesahkan undang-undang baru yang memungkinkan ekstradisi ke Taiwan dan China daratan.
Baca Juga: Rayakan Ulang Tahun, China Malah Dapat Protes dari Tibet, Hong Kong, dan Muslim Uighur
Tapi itu memicu protes oleh banyak warga Hong Kong yang khawatir hukum bisa membuat mereka menghilang ke pengadilan daratan China yang buram.
Unjuk rasa itu segera berubah menjadi demonstrasi besar dan sering disertai kekerasan yang mengguncang kota selama tujuh bulan berturut-turut pada 2019.
Chan memang menjalani hukuman penjara singkat di Hong Kong atas tuduhan pencucian uang berdasarkan fakta bahwa ia memiliki kartu kredit Poon sekembalinya dari Taiwan. Selama proses itu dia mengaku membunuhnya.