Baca Juga: Warga Sri Lanka Meminta Bantuan Media Sosial saat Krisis Ekonomi Melanda
Terkait komentar Ranil Wickremesinghe ini bermaksud untuk menekankan kepada kritikus dan anggota parlemen oposisi bahwa ia telah mewarisi tugas yang sulit yang tidak dapat diperbaiki dengan cepat.
Diketahui, ekonomi Sri Lanka kandas di bawah beban utang yang besar, kehilangan pendapatan pariwisata dan efek lain dari pandemi, serta melonjaknya biaya komoditas.
Hasilnya adalah sebuah negara meluncur menuju kebangkrutan, dengan hampir tidak ada uang untuk mengimpor bensin, susu, gas memasak dan kertas toilet.
Anggota parlemen dari dua partai oposisi utama memboikot parlemen minggu ini untuk memprotes Ranil Wickremesinghe, yang menjadi perdana menteri lebih dari sebulan lalu dan juga menteri keuangan, karena gagal memenuhi janjinya untuk mengubah perekonomian.
Baca Juga: Sri Lanka Hadapi Krisis Ekonomi dan Kertas, Pemerintah Terpaksa Tunda Ujian Nasional
Ranil Wickremesinghe mengatakan Sri Lanka tidak dapat membeli bahan bakar impor karena hutang yang besar dari perusahaan minyaknya.
Selain itu, krisis ini telah mulai melukai kelas menengah Sri Lanka, yang diperkirakan mencapai 15 persen hingga 20 persen dari populasi perkotaan negara itu.
Dimana kelas menengah mulai membengkak pada 1970-an setelah ekonomi terbuka untuk lebih banyak perdagangan dan investasi. Ini telah berkembang pesat sejak itu.
Sampai saat ini, keluarga kelas menengah umumnya menikmati keamanan ekonomi.