Sejarah Cuci Tangan, Praktik Kebersihan yang Sempat Ditolak Dokter

- 15 Oktober 2020, 15:33 WIB
Anak-anak yang sedang mengantri untuk cuci tangan sebelum mengambil makan siang mereka di tahun 1940.
Anak-anak yang sedang mengantri untuk cuci tangan sebelum mengambil makan siang mereka di tahun 1940. /Global Handwashing.org/

PR BEKASI – Mencuci tangan adalah cara paling praktis dan murah dalam rangka menjaga kesehatan, terutama di tengah pandemi COVID-19 saat ini.

Namun, ternyata praktik cuci tangan ini awalnya pernah ditentang oleh dokter yang menyebabkan praktik ini terhenti selama beberapa tahun.

Seorang dokter asal Hongaria, Ignaz Semmelweis, yang bekerja di sebuah Rumah Sakit di Wina dikenal sebagai penggagas atau founding father kebersihan tangan.

Baca Juga: Rekomendasi 4 Aplikasi Reksa Dana yang Cocok untuk Para Pemula, Bisa Bayar Lewat ShopeePay

"Jika harus ada yang disebut sebagai bapak cuci tangan, maka tentu itu adalah Ignaz Semmelweis," ucap Miryam Wahrman, seorang Profesor Biologi dari William Patterson University, dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari The Guardian, Kamis, 15 Oktober 2020.

Pada 1846, ia memperhatikan wanita yang melahirkan di bangsal bersalin yang dikelola oleh mahasiswa dan dokter di rumah sakitnya jauh lebih berisiko mengalami demam dan kematian dibandingkan dengan wanita yang melahirkan di bangsal bersalin yang dikelola bidan.

Semmelweis akhirnya memutuskan untuk menyelidiki dengan meneliti perbedaan kondisi lingkungan di antara keduanya.

Baca Juga: Hari Cuci Tangan Sedunia bukan Ditetapkan karena Adanya COVID, Begini Awal Mulanya

Ia memerhatikan bahwa dokter dan mahasiswa kedoktera kerap mengunjungi bangsal bersalin secara langsung setelah melakukan otopsi dengan keadaan tangan yang tidak steril.

Berdasarkan pengamatan ini, ia kemudian mengembangkan teori bahwa mereka yang telah melakukan otopsi terdapat 'partikel kadaver' di tangan mereka dimana itu masih menempel ketika mereka mengunjungi bangsal bersalin.

Semmelweis menyadari bahwa bidan tidak melakukan pembedahan atau otopsi, sehingga di tangannya tidak terdapat partikel tersebut.

Baca Juga: Viral Warga Sipil Pakai Mobil Dinas TNI, Polda Metro Jaya Ikut Terlibat Penyelidikan

Ia akhirnya memberlakukan aturan baru, yakni mewajibka dokter untuk mencuci tangan dengan klorin. Tingkat kematian di bangsal bersalin akhirnya menurun drastis. Ini merupakan bukti pertama bahwa mencuci tangan bisa mencegah infeksi.

Wahrman menyatakan bahwa tingkat kematian di bangsal bersalin awalnya sebanyak 18 persen, namun setelah diterapkan aturan mencuci tangan, maka tingkat kematian sangat menurun menjadi hanya 1 persen.

Akan tetapi, inovasi itu tidak populer saat itu dan beberapa dokter merasa disalahkan atas banyaknya kematian di bangsal bersalin sebelum ditemukanna metode cuci tangan, akhirnya para dokter itu menolak aturan itu dan berhenti mencuci tangan dan mereka berargumen bahwa air berpotensi menjadi penyebab penyakit.

Baca Juga: Cek Fakta: Harga Vaksin Sinovac di RI Dikabarkan 1.000 Persen Lebih Mahal daripada di Brazil

Nancy Tomes, seorang sejarawan asal Amerika Serikat mengungkapkan bahwa para dokter saat itu tersinggung dengan penemuan Semmelweis.

"Mayoritas dokter di Wina saat itu berasal dari keluarga kelas menengah dan atas dan mereka menganggap diri mereka sangat bersih dibandingkan dengan kelas pekerja miskin. Dia (Semmelweis) dianggap menghina mereka ketika dia mengatakan tangan mereka bisa saja kotor," ucap Tomes.

Semmelweis akhirnya mencoba untuk membujuk dan mempromosikan ini pada dokter di rumah sakit Eropa lainnya, namun upaya ini tidak berhasil.

Baca Juga: Curi Artefak dari Pompeii, Turis Ini Mengaku Kena Kutukan Kanker Payudara Selama 15 Tahun Terakhir

Terlepas dari kesukesannya, idenya ini menghadapi kontroversi dan perlawanan yang besar dari dokter lain, akhirnya kisah hidup Semmelweis berakhir tragis.

Semmelweis kehilangan pekerjaannya dan diperkirakan mengalami gangguan jiwa. Ia meninggal di rumah sakit jiwa pada usia 47 tahun.

Beberapa tahun kemudian, pada 1853 terjadi Perang Krimea di Scutari, Italia, dan momen ini melahirkan seorang penggagas cuci tangan baru bernama Florence Nightingale.

Baca Juga: Pelatihan Pembuatan Pupuk Organik Dinas Pertanian Brebes di Non Fisik TMMD Reguler

Saat itu semua orang percaya bahwa penyebab infeksi adalah karena bau busuk yang disebu miasma, Nightingale menerapkan cuci tangan dan praktik kebersihan lainnya di rumah sakit perang tempat dia bekerja.

Target dari praktik ini adalah untuk melawan anggapan tentang miasma dan akhirnya praktik cuci tangannya berhasil mengurangi infeksi.

Sayangnya, praktik cuci tangan yang dipromosikan oleh Semmelweis dan Nightingale tidak dipraktikan secara luas, sehingga promosi cuci tangan sempat terhenti selama lebih dari satu abad.

Baca Juga: Jadi Tuan Tumah Forum Global 2022, Jokowi Minta Jajarannya untuk Lakukan Persiapan dengan Baik

Pada 1980an, ketika serangkaian wabah akibat makanan dan infeksi perawatan terjadi dan menimbulkan kehawatiran publik, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat mengidentifikasi kebersihan tangan adalah cara yang penting untuk mencegah infeksi.

Mereka akhirnya mengumumkan pedoman kebersihan tangan pertama yang disahkan secara nasional dan kemudian banyak yang mengikuti.

Dalam beberapa tahun terakhir, akhirnya mencuci tangan dengan sabun telah diakui sebagai salah satu cara penting dan hemat biaya untuk menjaga kesehatan dan nutrisi.

Baca Juga: Peran MUI Dihapus sebagai Pemberi Fatwa Halal, Marissa Haque: Demi Allah, Sungguh Jahat UU Ciptaker

Saat ini keefektifan kebersihan tangan sudah tidak diragukan lagi dalam mencegah penyakit dan infeksi, namun fokus utama saat ini adalah membuat cuci tangan menjadi universal.

Sehingga yang dilakukan saat ini adalah menerapkan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun dengan cara yang baik dan benar untuk menjaga kebersihan tangan.

Selain itu, promosi mencuci tangan juga semakin gencar dilakukan agar tersebar secara universal salah satunya dengan dirayakannya Hari Cuci Tangan Sedunia yang ditetapkan pada 15 Oktober oleh PBB.***

Editor: Ikbal Tawakal

Sumber: The Guardian


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x