Dari presentasi itu hampir 8 persen berasal dari Jakarta, Jawa Barat, Banten dan hal ini relevan dengan peningkatan jumlah pasien yang mengalami gangguan cemas ke rumah sakit jiwa Jabar.
Selain itu, beredarnya informasi palsu dan berita bohong kian menciptakan ketakutan serta meningkatkan kekhawatiran secara berlebihan. Karena itu, kedewasaan dalam pemanfaatan media sosial harus terus dikampanyekan.
Baca Juga: Tanggapi Disahkannya UU Ciptaker, dr. Tirta: Apa Urgensi Omnibus Sampai Disahkan di Tengah Pandemi?
"Hari ini masalahnya bukan mencari informasi tapi memilah informasi. Maka situasi berita negatif tentu harus kita kontrol," ujarnya.
Pandemi juga turut menyasar aktivitas pendidikan anak dan remaja. Berbagai kendala dirasakan para orangtua dan siswa ketika menjalani pembelajaran daring.
"Juga pada anak-anak ada sistem yang mengharuskan menjalani pendidikan di rumah atau jarak jauh. Ini juga membuat stres kepada anak dan orang tua apalagi keterbatasan internet dan lainnya. Sungguh sangat memprihatinkan," tuturnya.
Baca Juga: Pasca Ricuh Demonstrasi UU Sapu Jagat, Kampus Unpas dan Unsiba Ditembak Gas Air Mata
Pemprov Jabar sendiri, kata Kang Emil, sudah menyiapkan krisis center di RSJ Provinsi Jawa Barat yg berlokasi di Cisarua Kabupaten Bandung Barat dan Graha Atma Bandung sebagai respons cepat kegawatdaruratan jiwa seperti potensi bunuh diri.
Sementara itu Direktur Utama RSJ Jabar, Elly Marliyani mengatakan ada peningkatan durasi penggunaan gawai selama pandemi.
Elly menjelaskan, berdasarkan penelitian RSCM FK UI di bulan April-Juni 2020, terjadi peningkatan waktu rata-rata penggunaan gawai hingga 11.6 jam per hari dan peningkatan kecanduan internet pada remaja sebesar 19.3 persen dan kondisi tersebut berpotensi menyebabkan stress bagi orang tua maupun anak.