FPI Sebut Konvoi TNI di Petamburan Dapat Restu Jokowi, Refly Harun: Sulit Mengatakan Tidak Sengaja

23 November 2020, 19:52 WIB
Ahli Hukum Tata Negara, Refly Harun mengomentari turun tangannya TNI dalam kasus Habib Rizieq /ANTARA

PR BEKASI - Beberapa waktu lalu telah beredar video melintasnya kendaraan taktis (rantis) milik TNI di Petamburan, Jakarta yang menuai berbagai komentar dari warganet.

Gelar senjata yang diketahui lokasinya di depan gang Petamburan 3 tersebut dinilai publik sangat tidak pantas untuk seorang TNI.

Sekretaris Umum DPP Front Pembela Islam (FPI), Munarman juga turut menyoroti peristiwa tersebut.

Baca Juga: Puluhan Warga Petamburan Positif Covid-19, Tsamara Amany: Pemimpin Daerah Malah Asik Baca Buku

Munarman membantah klaim dari Pangdam Jaya Mayjen TNI Dudung Abdurachman yang menyebut bahwa kendaraan taktis yang melintas yang dibawa anak buahnya itu berasal dari Komando Garnisun Tetap I/ Jakarta (Kogartap I/Jakarta)

"Itu dari Koopsus. Ini unit baru (di tubuh TNI). Dan yang bisa gerakkan pasukan ini hanya Presiden. Jelas di mobilnya yang patroli itu ada tulisan Komando Pasukan Khusus. Jangan ikut-ikutan jadi pembohong dia (Dudung)," ucap Munarman.

Sebelumnya, viral sebuah video pendek yang menampilkan sejumlah rantis melintas di Petamburan. Rantis warna hitam pekat bertuliskan "KOOPSUS" itu juga sempat berhenti di depan Markas FPI selama beberapa detik. Saat berhenti, sirene dari rantis itu terus meraung-raung.

Baca Juga: Sebut TNI Perlu Awasi Media Sosial, Fadli Zon Sentil Marsekal Hadi: Anda Belum Mengerti Demokrasi

Pakar hukum tata negara, Refly Harun menjelaskan bahwa Koopsus pertama kali dibentuk oleh Panglima TNI Hadi Tjahjanto di Juli 2019.

"Koopsus dibentuk dari tiga pasukan, pasukan elit dari angkatan darat (AD) Kopasus, pasukan elit dari angkatan laut (AL) Marinir, dan pasukan elit dari paskhas, pasukan khas dari angkatan udara (AU)," ucapnya, dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari kanal YouTube Refly UNCUT, Senin, 23 November 2020.

Refly mengatakan memang betul itu langsung di bawah panglima TNI dan penggunaannya atas perintah presiden.

Baca Juga: Terima Ratusan Karangan Bunga, Pangdam Jaya: Dukungan Masyarakat Meningkat Usai Copot Baliho HRS

"Jadi kalo misalnya ada yang berani pasukan itu tanpa perintah presiden, berarti sudah melakukan yang namanya pembangkangan kan, karena tidak boleh ada yang menggerakan pasukan itu tanpa izin atas sepengetahuan presiden," tutur Refly Harun.

Karena, ucap Refly, itu adalah pasukan elit yang langsung dibawahi oleh Panglima TNI yang penggunaan operasionalnya langsung atas perintah presiden.

"Jadi dalam konteks silogisme ini, masuk akal kalo Munarman mengatakan bahwa raungan sirine di depan markas FPI itu adalah psikologi war, menakuti-nakuti, membuat jera atas nama presiden," ucapnya.

Baca Juga: Disebut Ganggu NKRI, Simak Pengakuan Tokoh Non-Muslim yang Sambut Kepulangan Habib Rizieq di Bandara

Menurut Refly Harun, pasukan-pasukan elit seperti Koopsus seharusnya tambah 'dipelihara' dalam arti tidak boleh berhadapan langsung dengan masyarakat sipil

"Tentara biasa saja tidak boleh berhadapan dengan sipil apalagi tentara elit gabungan dari tri matra (AU, AD, dan AL)," tuturnya.

Refly Harun juga berdoa semoga insiden kemarin tidak disengaja, walaupun memang sulit mengatakan hal tersebut.

Baca Juga: Kepala KUA Tanah Abang Dicopot dari Jabatannya Usai Nikahkan Putri Habib Rizieq

"Memang sulit mengatakan tidak disengaja, karena dalam waktu bersamaan ada pencopotan baliho yang juga dilakukan oleh pasukan loreng," ucapnya.

Yang penting menurut Refly, jangan sampai keterlibatan TNI dalam politik sipil terlalu jauh.

"Karena sekali lagi saya mengatakan tidak boleh menurut konstitusi kita dan secara politik memang berbahaya, karena senjata tidak mungkin cocok dengan demokrasi, senjata itu alat rezim kohesif alat untuk menundukkan musuh dengan cara yang paling keras," tuturnya.

Baca Juga: Dahului Amerika Serikat, Inggris Targetkan Vaksin Covid-19 Pfizer Siap Pakai 1 Desember 2020

Perlu diketahui bahwa terdapat dua jenis tugas TNI sebagaimana diatur dalam UU 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Pertama, operasi militer perang. Kedua, operasi militer selain perang (OMSP).

Dalam pasal 74 UU tersebut dinyatakan bahwa OMSP dilaksanakan berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara, yaitu Presiden.***

Editor: Ikbal Tawakal

Tags

Terkini

Terpopuler