Mensos Juliari Korupsi Dana Covid-19, Ketua KPK Sebut 2 Pasal yang Dapat Antarkan Dia ke Liang Lahat

6 Desember 2020, 08:56 WIB
Menteri Sosial Juliari P Batubara ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap senilai Rp17 miliar dari fee pengadaan bantuan Covid-19. /Twitter /Juliaribatubara

PR BEKASI – Komisi Pemberantasan Korupsi telah menetapkan Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara, bersama empat orang lainnya dalam kasus korupsi dana bantuan sosial (bansos) Covid-19 di wilayah Jabodetabek.

Tak butuh waktu lama tagar Mensos kini menjadi trending nomor satu di Twitter dengan lebih dari 5.242 twit.

Terlihat ada beberapa warganet yang mempertanyakan ancaman hukuman mati bagi mereka yang melakukan tindak pidana korupsi dalam keadaan seperti ini.

Hal ini pernah diutarakan Ketua KPK Firli Bahuri pada medio Juli 2020 lalu.

Baca Juga: Hanya dalam Hitungan Minggu 2 Menteri Ketahuan Korupsi, Refly Harun: Harusnya Presiden Jokowi Sadar 

Lantas bisakah para terduga korupsi ini dikenakan hukuman mati jika terbukti bersalah?

Ketua KPK, Firli Bahuri mengatakan pihaknya akan berpedoman pada Undang-undang Nomor 31 Tahun  1999 tentang Pemberantas Tindak Pidana Korupsi. Tepatnya merujuk pada pasal 2 tentang penindakan.

“Kita paham di dalam ketentuan UU 31 Tahun 1999 yaitu pasal 2 tentang pengadaan barang jasa, yaitu barang siapa yang telah melakukan perbuatan dengan sengaja memperkaya diri atau orang lain dengan melawan hukum sehingga mengakibatkan kerugian negara,” kata Firli sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari kanal resmi YouTube KPK RI, Minggu, 6 November 2020.

Baca Juga: Diimbau Tak Keluar Kota, Tri Rismaharini Minta Warga Habiskan Libur Nataru di Tempat Ini

Firli Bahuri mengakui dalam aturan UU tersebut ada aturan hukum mati. Namun pihaknya belum bisa memastikan apakah kasus yang menjerat terduga koruptor bansos covid-19 masuk dalam ketentuan tersebut.

Dalam kasus korupsi bansos Covid-19, Firli Bahuri mengatakan KPK akan bekerja berdasarkan keterangan saksi dan bukti.

“Kedua memang ada ancaman hukuman mati. Kita juga paham bahwa pandemi Covid-19 ini dinyatakan oleh pemerintah sebagai bencana non-alam sehingga tentu kita tidak berhenti di sini, apa yang kita lakukan masih akan terus bekerja terkait bagaimana mekanisme pengadaan barang jasa untuk bantuan sosial di dalam pandemic Covid-19. Tentu nanti kita akan bekerja berdasarkan keterang saksi dan bukti apakah bisa masuk ke dalam pasal 2 UU 31 Tahun 1999,” ucap dia

Firli Bahuri mengatakan KPK masih harus bekerja keras untuk melakukan pengembangan kasus ini. Sehingga dapat ditemukan ada atau tidaknya tindak pidana sebagaimana yang dimaksud pasal 2.

Baca Juga: Diimbau Tak Keluar Kota, Tri Rismaharini Minta Warga Habiskan Libur Nataru di Tempat Ini 

Baca Juga: Olahraga Tiap Hari Tapi Berat Badan Tak Kunjung Turun? Ternyata 3 Kebiasaan Ini Wajib Dihindari

“Saya kita-kita (KPK-red) masih memang bekerja keras untuk membuktikan ada atau tidak tindak pidana yang merugikan uang negara sebagaimana dimaksud pasal 2 itu,” katanya.

“Malam hari ini yang kita lakukan tangkap tangan tindak pidana  berupa penerimaan sesuatu oleh penyelenggara negara, jadi itu dulu,” katanya.

Diketahui bunyi pasal 2 UU Nomor 31 Tahun 1999:

(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

(2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.

Hingga kini, Menteri Sosial Juliari Batubara masih menjalani pemeriksaan di KPK.***

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: KPK

Tags

Terkini

Terpopuler