Indonesia Tak Berniat Normalisasi dengan Israel, Guru Besar UI Jelaskan 3 Alasannya

26 Desember 2020, 11:57 WIB
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana. /ANTARA

PR BEKASI – Baru-baru ini, beredar kabar yang mengatakan Indonesia akan melakukan normalisasi hubungan diplomatik dengan Israel.

Namun, Pemerintah Indonesia lewat Kementerian Luar Negeri telah membantah kabar tersebut dan mengatakan tidak tidak berniat melakukan normalisasi hubungan politik dengan Israel.

Menurut Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana di Jakarta pada Jumat, 26 Desember 2020, ada tiga alasan yang membuat Indonesia tidak mungkin membuka hubungan diplomatik dengan Israel dalam waktu dekat ini.

Baca Juga: Ketua Majelis Mujahidin Sebut Jokowi Biarkan Indonesia Tetap Onar, Habib Husin: Mohon Atensi Polri

"Pertama, selama dalam pembukaan konstitusi Indonesia masih tertera kalimat "penjajahan di atas dunia harus dihapuskan", maka sebelum Palestina merdeka tidak mungkin bagi Indonesia membuka hubungan diplomatik dengan Israel yang menjajah bangsa Palestina," katanya, sebagaimana dikutip PikiranRakyat-Bekasi.com dari Antara, Sabtu, 26 Desember 2020.

Kedua, lanjut dia, masyarakat Indonesia masih bersimpati dan memiliki solidaritas yang tinggi terhadap bangsa Palestina yang ditindas oleh Israel, baik karena alasan solidaritas agama maupun perikemanusiaan.

Ketiga, ia mengatakan, Presiden Jokowi beberapa waktu lalu melakukan pembicaraan melalui telepon dengan Presiden Palestina Mahmoud Abbas, yang intinya berisi penegasan bahwa Indonesia tidak akan membuka hubungan diplomatik dengan Israel sebelum Palestina merdeka.

Baca Juga: Fiersa Besari Ungkap Kondisi sang Istri yang Positif Covid-19 Saat Hamil: Sedih Harus Pisah Rumah

"Presiden Abbas sangat mengapresiasi komitmen Presiden Jokowi karena Indonesia tidak mengikuti sejumlah negara di Arab yang telah membuka hubungan diplomatik," kata pria yang juga menjabat sebagai Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani tersebut.

Hikmahanto Juwana menyatakan, tawaran Presiden AS Donald Trump yang menjanjikan investasi Rp28 triliun ke Indonesia jika bersedia membuka hubungan diplomatik dengan Israel, sangat menggiurkan bagi negara berpenduduk Islam terbesar di luar Timur Tengah itu.

"Tentu tawaran seperti itu sangat menggiurkan bagi Indonesia di tengah melemahnya perekonomian Indonesia akibat pandemi Covid 19," ujarnya.

Baca Juga: Tabrak Pemotor hingga Tewas, Polres Jaksel Amankan Satu Anggota Polisi Berpangkat Iptu

Menurutnya Indonesia tidak mungkin menerima tawaran tersebut bila imbalannya adalah membuka hubungan diplomatik.

Perlu juga dicermati adanya kejanggalan Donald Trump menawarkan janji tersebut saat presiden AS itu berada dalam status lame duck (orang yang kalah dalam Pemilu).

"Presiden Trump tidak seharusnya membuat kebijakan-kebijakan penting karena dalam waktu yang tidak terlalu lama akan diganti oleh Joe Biden," kata Hikmahanto Juwana.

Baca Juga: Sebut Jokowi Dikelilingi 'Siluman-siluman', Amien Rais: Selesaikan Dua Ujian Ini atau Mundur

Dirinya mengatakan mungkin saja tawaran itu terkait persaingan dominasi AS-China di kawasan Asia.

Untuk memenangkan persaingan kedua negara, menurut Hikmahanto Juwana, AS menggunakan instrumen investasi dan utang, bahkan vaksin.

"Karena perekonomian di AS sangat terdampak oleh pandemi Covid-19, dana yang dibutuhkan tidak mungkin berasal dari AS. Dana ini yang kemudian dinegosiasikan oleh AS dengan Israel. Seolah Israel menjadi bendahara AS. Israel sepertinya menyanggupi namun dengan persyaratan," tuturnya.

Baca Juga: Dikritisi Kinerjanya Selama 2020 oleh ICW dan TII, Ali Fikri: KPK menghargai

Bagi Israel, pengakuan Indonesia atas negara Israel penting karena Indonesia merupakan negara berpenduduk Islam terbesar di luar Timur Tengah.

"Belum lagi Israel dapat mengklaim ke masyarakat internasional bahwa negara yang anti terhadap penjajahan mau mengakui Israel sebagai negara dan menjalin hubungan diplomatik." katanya.***

Editor: Ikbal Tawakal

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler